BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Hortikultura
berasal dari kata “hortus” (= garden atau kebun) dan “colere” (= to cultivate
atau budidaya). Secara harfiah istilah Hortikultura diartikan sebagai usaha
membudidayakan tanaman buah-buahan, sayuran dan tanaman hias (Janick, 1972 ;
Edmond et al., 1975). Sehingga Hortikultura merupakan suatu cabang dari
ilmu pertanian yang mempelajari budidaya buah-buahan, sayuran dan tanaman hias.
Sedangkan dalam GBHN 1993-1998 selain buah-buahan, sayuran dan tanaman hias,
yang termasuk dalam kelompok hortikultura adalah tanaman obat-obatan.
Ditinjau dari
fungsinya tanaman hortikultura dapat memenuhi kebutuhan jasmani sebagai sumber
vitamin, mineral dan protein (dari buah dan sayur), serta memenuhi kebutuhan
rohani karena dapat memberikan rasa tenteram, ketenangan hidup dan estetika
(dari tanaman hias/bunga).
Peranan hortikultura adalah : a). Memperbaiki gizi
masyarakat, b) memperbesar devisa negara, c) memperluas kesempatan kerja, d)
meningkatkan pendapatan petani, dan e)pemenuhan kebutuhan keindahan dan
kelestarian lingkungan. Namun dalam kita membahas masalah hortikultura perlu
diperhatikan pula mengenai sifat khas dari hasil hortikultura, yaitu : a).
Tidak dpat disimpan lama, b) perlu tempat lapang (voluminous), c) mudah rusak
(perishable) dalam pengangkutan, d) melimpah/meruah pada suatu musim dan langka
pada musim yang lain, dan e) fluktuasi harganya tajam (Notodimedjo, 1997).
Dengan mengetahui manfaat serta sifat-sifatnya yang khas, dalam pengembangan
hortikultura agar dapat berhasil dengan baik maka diperlukan pengetahuan yang
lebih mendalam terhadap permasalahan hortikultura tersebut.
Hortikultura adalah komoditas yang akan memiliki masa
depan sangat cerah menilik dari keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimilikinya
dalam pemulihan perekonomian Indonesia waktu mendatang. Oleh karenanya kita
harus berani untuk memulai mengembangkannya pada saat ini. Seperti halnya
negara-negara lain yang mengandalkan devisanya dari hasil hortikultura, antara
lain Thailand dengan berbagai komoditas hortikultura yang serba Bangkok,
Belanda dengan bunga tulipnya, Nikaragua dengan pisangnya, bahkan Israel dari
gurun pasirnya kini telah mengekspor apel, jeruk, anggur dan sebagainya.
Pengembangan hortikultura di Indonesia pada umumnya masih
dalam skala perkebunan rakyat yang tumbuh dan dipelihara secara alami dan
tradisional, sedangkan jenis komoditas hortikultura yang diusahakan masih
terbatas. Apabila dilihat dari data selama Pelita V pengembangan
hortikultura yang lebih ditekankan pada peningkatan keragaman komoditas telah
menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan, yaitu pada periode 1988 –
1992 telah terjadi peningkatan produktivitas sayuran dari 3,3 ton/ha menjadi
7,7 ton/ha, dan buah-buahan dari 7,5 ton/ha menjadi 9,9 ton/ha (Amrin
Kahar, 1994).
Terjadinya peningkatan tersebut dapat dikatakan bahwa
petani hortikultura merupakan petani yang responsif terhadap inovasi teknologi
berupa : penerapan teknologi budidaya, penggunaan sarana produksi dan pemakaian
benih/bibit yang bermutu. Tampak disini bahwa komoditas hortikultura memiliki
potensi untuk menjadi salah satu pertumbuhan baru di sektor pertanian. Oleh
karena itu dimasa mendatang perlu ditingkatkan lagi penanganannya terutama
dalam menyongsong pasar bebas abad 21.
Hortikultura, Istilah ini sudah tidak asing lagi guna
menyebut golongan tanaman berupa sayur-mayur dan buah-buahan. Hasil budidaya
Hortikultura umumnya untuk konsumsi atau pangan. Namun, jika dengan sedikit
kreatifitas, sayur-mayur dan buah-buahan ternyata bisa juga diolah menjadi
benda seni yang tentu saja punya nilai ekonomis tersendiri. Akibat krisis ekonomi
sejak pertengahan tahun 1997, jerih payah yang telah dibangun dalam pembangunan
nasional selama lebih 30 tahun telah tersapu, sehingga memerosotkan kehidupan
ekonomi. Hal ini telah menimbulkan permasalahan ekonomi yang berlarut-larut dan
keresahan sosial yang berlanjut, seakan-akan menempatkan Indonesia ke
awal pembangunan. Harapan untuk pulihnya perekonomian nasional di masa
mendatang masih terbuka lebar, karena Indonesia masih memiliki berbagai
kekuatan fundamen ekonomi seperti sumberdaya alam, manusia, infrastruktur,
kelembagaan yang ada, pengalaman mengatasi kesulitan, akan menjadi modal awal
untuk membangun kembali perekonomian nasional. Salah satu strategi pembangunan
ekonomi yang diyakini dapat diandalkan adalah melalui pembangunan pertanian /
agribisnis.
Hortikultura yang dikembangkan
adalah sayuran, buah-buahan, tanaman
hias dan tanaman obat unggulan. Komoditas
yang diutamakan adalah yang bernilai ekonomi tinggi, mempunyai peluang pasar
besar dan mempunyai potensi produksi tinggi serta mempunyai peluang
pengembangan teknologi. Adapun upaya yang dilaksanakan untuk mendorong tumbuh
dan berkembangnya hortikultura unggulan tersebut meliputi penumbuhan sentra
agribisnis hortikultura dan pemantapan sentra hortikultura yang sudah ada.
1.2
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai
berikut :
1.
Bagaimana keadaan wilayah di UPT. Desa
Sidera
2.
Bagaimana perekonomian di UPT. Desa Sidera
3.
Bagaimana keadaan sosial budaya di UPT.
Sidera
4.
Bagaimana cara pengelolaan hortikultura di UPT. Desa Sidera
1.3
Tujuan
Makalah ini
dibuat dengan tujuan yaitu sebagai berikut :
1. Untuk
Mengetahui keadaan wilayah di UPT. Desa Sidera
2. Untuk
Mengetahui perekonomian di UPT. Desa Sidera
3. Untuk
Mengetahui keadaan sosial budaya di UPT. Desa Sidera
4. Untuk
Mengetahui cara pengelolaan hortikultura di UPT. Desa Sidera
BAB II
LANDASAN TEORI
Indonesia adalah negara tropis dengan
wilayah cukup luas, dengan variasi agroklimat yang tinggi, merupakan
daerah yang potensial bagi pengembangan Hortikultura baik untuk tanaman dataran
rendah maupun dataran tinggi. Variasi agroklimat ini juga menguntungkan bagi
Indonesia, karena musim buah, sayur dan bunga dapat berlangsung sepanjang
tahun.
Peluang pasar dalam negeri bagi
komoditas hortikultura diharapkan akan semakin meningkat dengan semakin
meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat, serta timbulnya
kesadaran akan gizi di kalangan masyarakat. Peningkatan kebutuhan komoditas
hortikultura ini juga ditunjang oleh perkembangan sektor industri pariwisata
dan peningkatan ekspor. Apabila dilihat terhadap kebutuhan konsumsi buah dan
sayuran, nampak bahwa kebutuhan masing-masing adalah 32,6 kg/kapita/tahun dan
32 kg/kapita/tahun, ternyata baru tercapai sekitar 21,1 kg/kapita/tahun dan 14
kg/kapita/tahun (Sunaryono, 1987, dalam Notodimedjo, 1997). Dari kenyataan
tersebut tercermin adanya peluang dan tantangan yang harus kita hadapi.
Di era globalisasi ini, kita dihadapkan
pada persaingan yang semakin ketat, oleh karena itu kita harus mampu
memanfaatkan keunggulan yang kita miliki, baik keunggulan komparatif maupun
keunggulan kompetitif yang perlu ditingkatkan secara kualitatif. Globalisasi
ini jelas akan menimbulkan peluang sekaligus ancaman bagi pembangunan pertanian
dan perdagangan nasional di masa mendatang. Sukses tidaknya Indonesia dalam
memanfaatkan peluang dan menghadapi ancaman akan ditentukan oleh kemampuan
untuk mendayagunakan kekuatan yang dimiliki dan mengatasi kelemahan yang ada
secara efisien, produktif dan efektif dalam rangka mewujudkan daya saing yang
semakin meningkat dalam skala global atas barang dan jasa yang dihasilkan.
Menghadapi persaingan yang semakin
tajam mutlak diperlukan daya saing yang tinggi. Oleh karena itu seluruh lapisan
masyarakat, pemerintah dan terlebih dunia usaha diharuskan mempersiapkan diri
dengan langkah-langkah yang konkrit, sehingga mampu membangun suatu sistem
ekonomi yang memiliki daya hidup dan berkembang secara mandiri serta mengakar
pada struktur ekonomi dan struktur masyarakat Indonesia.
Kita perlu menyadari bahwa kita
dikelilingi oleh negara-negara yang memiliki daya saing yang kuat, apabila kita
tidak meningkatkan daya saing maka tidak akan mampu bersaing, bukan hanya di
pasar luar negeri, tetapi juga di pasar dalam negeri sendiri, yang telah nampak
pada kasus sekarang ini, seperti : beras, gula, buah-buahan dan lainnya.
Rendahnya daya saing sektor pertanian
kita disebabkan oleh : sempitnya penguasaan lahan, tidak efisiennya usahatani,
dan iklim usaha yang kurang kondusif serta ketergantungan pada alam masih
tinggi. Untuk meningkatkan daya saing sektor pertanian ini tidak ada
jalan lain, selain kerja keras masyarakat dan pemerintah untuk meningkatkan
kualitas sumberdaya manusia pertanian, membuka areal pertanian baru yang
dibagikan kepada petani-petani gurem/buruh tani, memperluas pengusahaan lahan
oleh setiap keluarga tani dan menggunakan teknologi maju untuk meningkatkan
produktivitas dan produksi pertanian (Siswono Yudohusodo, 1999).
Dengan adanya arus globalisasi, tidak
mungkin dihindari semakin lama produk hortikultura yang masuk ke Indonesia dari
negara-negara lain akan semakin beragam jenisnya dan volumenya semakin banyak.
Menghadapi realitas ini mau tidak mau produk hortikultura harus bersaing dengan
produk dari negara lain. Dalam upaya pencapaian tujuan tersebut dengan tanpa
mengesampingkan keberhasilan-keberhasilan yang telah dicapai tentunya perlu
dikaji berbagai permasalahan yang ada sehingga upaya pencapaian tujuan di atas
dapat terlaksana dengan baik.
Permasalahan yang menonjol dalam upaya
pengembangan hortikultura ialah produktivitas yang masih tergolong rendah, hal
ini merupakan refleksi dari rangkaian berbagai faktor yang ada, antara lain :
pola usahatani yang kecil, mutu bibit yang rendah yang ditunjang oleh keragaman
jenis/varietas, serta rendahnya penerapan teknologi budidaya (Dudung
Abdul Adjid, 1993).
Selanjutnya Dudung Abdul Adjid (1993)
menyatakan bahwa pada PelitaVI yang merupakan awal PJPT II ditandai dengan
terjadinya arus globalisasi yang mengakibatkan pembangunan nasional semakin
terkait dengan perkembangan dunia internasional antara lain dengan adanya
putaran Uruguay (GATT) sehingga pasar Indonesia khususnya di bidang pertanian
makin terbuka akan produk pertanian dari luar negeri. Kondisi ini selain
mengandung berbagai kendala juga membuka peluang pasar internasional yang besar
bagi produk pertanian yang sifatnya kompetitif.
Kondisi tersebut merupakan tantangan
yang cukup berat bagi pengembangan hortikultura pada khususnya, karena dalam
pengusahaannya dituntut untuk efisien, mampu meningkatkan dan menganekaragamkan
hasil, meningkatkan mutu pengolahan hasil serta menunjang pembangunan wilayah.
Oleh karena itu dalam pengembangan hortikultura tidak lagi hanya memperhatikan
aspek produksi, tetapi lebih menitik beratkan pada pengembangan komoditi yang
berorientasi pasar (agribisnis).
Komoditas hortikultura selain menjadi
salah satu komoditas andalan ekspor non migas, tanaman dan produk yang
dihasilkannya banyak memberikan keuntungan bagi manusia dan lingkungan hidup.
Buah-buahan dan sayuran yang dikonsumsi bermanfaat bagi kesehatan tubuh
manusia; pohon buah-buahan, sayuran dan tanaman hias dapat berfungsi sebagai
penyejuk, penyerap air hujan, peneduh dan penyerap CO2 atau pencemar
udara lainnya; limbah tanamannya serta limbah buah atau sayuran dapat
dipergunakan sebagai pupuk organik atau kompos yang dapat menyuburkan tanah,
sedang keindahannya dapat dinikmati dan berpengaruh baik bagi kesehatan jiwa.
Tetapi keuntungan-keuntungan tersebut menjadi berkurang manakala teknik
budidaya yang dilaksanakan malah menimbulkan pencemaran, baik terhadap
lingkungan hidup maupun terhadap kesehatan manusia.
Dalam GBHN 1993 pembangunan pertanian
hortikultura yang meliputi tanaman sayuran, buah-buahan dan tanaman hias
ditumbuh kembangkan menjadi agribisnis dalam rangka memanfaatkan peluang dan
keunggulan komparatif berupa : iklim yang bervariasi, tanah yang subur, tenaga
kerja yang banyak serta lahan yang tersedia. Produksi hortikultura diarahkan
agar mampu mencukupi kebutuhan pasar dalam negeri termasuk agroindustri serta
memenuhi kebutuhan pasar luar negeri.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu
penerapan sistem budidaya hortikultura yang lebih baik serta penggunaan
teknologi yang tepat dan berwawasan lingkungan, yang sering dikenal dengan
sistem GAP (Good Agricultural Practice). Sebagaimana kita ketahui sektor
hortikultura baru mendapat perhatian setelah usaha swasembada beras tercapai,
sehingga hasil-hasil penelitian yang dapat diterapkan untuk pengembangan
hortikultura di Indonesia masih terbatas.
Teknologi yang saat ini diterapkan
merupakan teknologi yang berorientasi pada pencapaian target produksi dengan
menggunakan masukan produksi yang semakin meningkat, seperti bibit unggul,
pupuk buatan, pestisida dan zat pengatur tumbuh. Disamping hasil positif dengan
peningkatan produksi, penggunaan masukan modern juga mendatangkan dampak
negatif bagi lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat, antara lain adalah
sebagai berikut :
[ Penggunaan
pupuk buatan mendatangkan pencemaran pada air permukaan dan air tanah dengan
adanya residu nitrat dan fosfat, dan tanah menjadi semakin berkurang
kesuburannya karena penggunaan pupuk berlebihan.
[ Penggunaan
varietas unggul yang monogenik dan seragam secara spesial dan temporal
mengurangi keanekaragaman hayati, dan hilangnya berbagai jenis tanaman asli.
[ Penggunaan
pestisida yang berlebihan akan mengakibatkan resistensi, resurjensi hama,
timbulnya hama sekunder, terbunuhnya binatang bukan sasaran dan residu racun
pada buah dan sayuran serta lingkungan.
[ Selain itu
kegiatan pertanian secara intensif juga berperan dalam proses pemanasan bumi
atau efek rumah kaca dan penipisan lapisan ozon antara lain melalui emisi gas
metan dan N2O akibat penggunaan pupuk buatan ( Kasumbogo Untung,
1994).
Dengan demikian
usaha pencapaian sasaran produksi untuk memenuhi permintaan dan target
dikhawatirkan akan semakin mengurangi sumber daya alam, mengurangi keaneka
ragaman hayati dan meningkatkan pencemaran lingkungan.
Dewasa ini
lingkungan yang dikaitkan dengan produk pertanian sedemikian kuatnya
diluncurkan terutama di negara-negara maju, sehingga penduduknya menuntut agar
produk pertanian bebas dari cemaran bahan kimia, dan mereka mulai lebih
suka mengkonsumsi produk yang dihasilkan melalui proses alami yang dikenal
dengan pertanian organik (“organic farming”).
Pertanian
organik merupakan salah satu alternatif budidaya pertanian yang berwawasan
lingkungan dan berkelanjutan yang bebas dari segala bentuk bahan inorganik
seperti pupuk buatan, pestisida dan zat pengatur tumbuh. Pertanian
organik memadukan berbagai cara seperti pergiliran tanaman, tumpangsari,
penggunaan sisa bahan organik sebagai pupuk, serta pengendalian hama secara
terpadu dengan mengoptimalkan cara biologis (Kasumbogo Untung, 1994).
Kecenderungan seperti ini membuka suatu peluang baru dalam bisnis di bidang
pertanian terutama tanaman hortikultura yang produknya sering dikonsumsi secara
langsung atau dalam keadaan segar.
Selain itu ada
alasan-alasan yang mendorong berkembangnya teknik bertani yang berwawasan
lingkungan yaitu ratifikasi hasil KTT Bumi di Rio de Janeiro pada tahun 1992
yang dicantumkan dalam agenda 21, chapter 14, yang meminta agar setiap negara
meninjau kembali berbagai kebijaksanaan pembangunan pertanian sayuran atau
buah-buahan yang diproduksi secara konvensional. Dewasa ini banyak negara telah
memberlakukan persyaratan akan “ecolabelling” atau “green product” terhadap
produk pertanian yang akan diimpornya (Kasumbogo Untung, 1994), sehingga hal
ini harus mulai direncanakan sejak dari sekarang apabila kita para pelaku
hortikultura ingin mengembangkan Hortikultura dalam menghadapi Pasar Bebas pada
abad 21 mendatang.
BAB
III
METODE PENELITIAN
3.1
Metode Pengambilan Data
Adapun metode yang digunakan adalah metode wawancara
dan metode observasi. Dimana metode wawancara ini adalah metode yang langsung
berhubungan dengan sumbernya. Sedangkan metode observasi adalah metode yang meninjau
lokasi secara langsung.
3.2 Analisi Data
Pada hasil observasi yang telah
dilakukan, Status lahan yang ditempati UPT Sidera adalah lahan Hak Guna Usaha
(HGU) milik PT. Hasfarm Hortikultura Sulawesi yang luas keseluruhannya adalah
1.230 Ha terletak di Desa Pombewe dan Olobojo. Pembukaan lokasi tersebut untuk
pemukiman berdasarkan pada Surat Direktur PT. Hasfarm Hortikultura Sulawesi
Nomor : 001/HHS-TKI/Ext/95 tentang penyerahan lahan HGU kepada Gubernur
Propinsi Sulawesi Tengah. Seluas 500 Ha di Desa Sidera untuk dijadikan lokasi
pemukiman transmigrasi dengan sistem kerjasama pengusahaan tanaman
Hortikultura.
Sesuai dengan
kondisi fisik lahan yang merupakan lahan kering, bertopografi miring dan
bergelombang, maka pemukiman transmigrasi yang dikembangkan dilokasi ini
merupakan Transmigrasi Pola Lahan Kering (TPLK) dengan tanaman hortikultura
(Sayuran dan buah-buahan) menjadi komoditi utama dengan sasaran produksi untuk
ekspor. Namun dalam perjalanannya PT. Hasfarm Hortikultura Sulawesi Tengah yang
rencananya akan menjadi bapak angkat ternyata kegiatannya tidak berlanjut,
sehingga lahan yang ada oleh warga tetap dikembangkan komoditi holtikultura
(sayuran hijau, bawang merah, cabe, tomat) namun pengelolaan sampai
pemasarannya ditangani sendiri oleh masing-masing warga transmigran.
1.1 Letak
Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Sidera secara
administrasi terletak di Desa Sidera Kecamatan Sigi-Biromaru Kabupaten Donggala
Propinsi Sulawesi Tengah. Secara geografis UPT Sidera terletak pada garis bujur
119056’00” BT - 119058’00” BT dan garis lintang 00000’58”
LS - 01001’00” LS.
Secara ekonomi UPT ini memiliki jarak dengan pusat-pusat
pertumbuhan sebagai berikut : Ke Ibu kota Kecamatan Sigi-Biromaru berjarak 5
km, Ke Ibu kota Kabupaten Donggala berjarak 40 km, Ke Ibu kota Propinsi
Sulawesi Tengah (Palu) berjarak 13 km.
1.2
Batas
Secara fisik UPT Sidera berbatasan
dengan : Sebelah Utara dengan Desa Pombewe dan Sungai Paneki, Sebelah Selatan
dengan Jl. Raya Sidera – Desa Olobojo dan Sungai Wuno, Sebelah Timur dengan Gunung
Kafarantabo, dan Sebelah Barat dengan Jl. Pombewe – Olobojo.
1.3
Aksesibilitas
Lokasi UPT Sidera dapat dijangkau dengan mudah dari
kota palu dengan menggunakan kendaraan roda empat melalui jalan aspal sepanjang 15 km
kea rah selatan kota palu, dengan waktu tempuh sekitar 15 – 30 menit.
Untuk mencapai lokasi dapat menggunakan kendaraan umum melalui rute utama
yaitu Kota Palu (terminal) + Biromaru (Mpanau) + Desa Sidera + Olobojo Lokasi UPT Sidera. Ongkos angkutan
umum melalui rute tersebut adalah Rp. 3.000,- Rute lainnya adalah Palu
(terminal) + Biromaru (Mpanau) + Kampung Pombewe + lokasi. Ongkos angkutan
dengan menggunakan kendaraan umum sekitar Rp. 2.500 – Rp. 3.000,-
Tingkat kemudahan hubungan
(aksessibilitas) antara kota palu sebagai pusat perkembangan dengan lokasi,
cukup baik. Apalagi pada hari – hari libur lokasi ini dapat merupakan pilihan
tempat rekreasi bagi warga kota Palu sekaligus untuk membeli sayuran untuk
kebutuhan keluarga.
1.4
Luas dan Bentuk Lokasi
Berdasarkan Surat Direktur PT. Hasfarm Hortikultura
Sulawesi Nomor : 001/HHS-TKI/Ext/95 tentang penyerahan lahan HGU kepada
Gubernur Propinsi Sulawesi Tengah, maka lahan HGU seluas 500 Ha di Desa Sidera
diserahkan untuk dijadikan pemukiman transmigran dengan system kerjasama
pengusahaan tanaman Hortikultura.
Pola pemukiman masyarakat di UPT
Sidera telah disusun berdasarkan system blok dimana pemukiman masyarakat
mengikuti alur jalan yang berhubungan dengan fasilitas umum, dan selebihnya
adalah lahan usaha pertanian.
Lokasi pemukiman di UPT Sidera
berupa Satuan Pemukiman (SP) yang terdiri atas SP-A dan SP-B, dimana bentuk
lokasi SP-A didominasi oleh lahan berbukit dan bergunung sedangkan bentuk
lokasi SP-B relative lebih landai.
1.5
Tanah
Di UPT Sidera terdapat dua macam tanah yaitu :
1.
Regusol
Eutrik yang terbentuk dari bahan induk alluvium dan meliputi areal seluas 775,7
Ha, menyebar pada wilayah datar (0-3 %) hingga berbukit (26-40%).
2.
Regusol
Eutrik yang terbebtuk dari bahan induk alluvium dan umumnya terbentuk pada wilayah
bergunung (>40%). Luas wilayah untuk macam tanah ini adalah 454,6 Ha.
1.6 Lahan
Peruntukan lahan di UPT Sidera diarahkan pada
Transmigrasi Pola Usahatani Lahan Kering
(TPLK) dengan komoditi utama Hortikultura. Alokasi lahan yaitu : Lahan
Perkarangan seluas 0,5 Ha dan Lahan Usaha (LU) seluas 0,5 Ha untuk setiap KK
transmigran ; Lahan Pusat Desa ; Lahan Test Farm/Seed Farm ; Lahan Kas Desa ; Lahan
Pengembalaan ; Lahan Fasilitas Umum dan Jalan Desa ; Lahan untuk Fasilitas umum
lainnya.
1.7 Topografi
Topografi
lahan di UPT Sidera terutama di SP-1 didominasi oleh lahan berbukit sampai
bergunung. Adapun klasifikasi lahan di UPT Sidera secara lengkap disajikan pada
table berikut :
Tabel
1
Luas
Lahan Berdasarkan Kelas Lereng
Bentuk Wilayah
|
Kelas Lereng (%)
|
Luas
|
|
Ha
|
%
|
||
Datar
Berombak
Bergelombang
Agak Berbukit
Berbukit
Bergunung
|
0 – 3
4 – 8
8 – 15
15 – 25
25 – 40
> 40
|
45,50
341,90
95,30
122,40
170,30
454,60
|
3,70
27,80
7,70
10,00
13,80
37,00
|
Jumlah
|
1.230,00
|
100,00
|
Pendidikan
a.
Pendidikan
formal
Untuk
sarana pendidikan di UPT Sidera, telah dibangun 1 – 5 unit gedung permanen
untuk Sekolah Dasar ( SD ) yang di tempatkan di areal fasilitas umum di SP-A.
Adapun untuk proses belajar mengajarnya di tunjang oleh 1 kepala sekolah, 3
orang guru bantu tetap dan 1 orang guru honorer serta 1 orang penjaga sekolah.
Jumlah murid secara keseluruhan dari kelas I – VI yaitu 125 orang dengan jumlah
murid laki – laki 63 orang dan murid perempuan 62 orang.
b. Pendidikan non-formal
Selain
pendidikan formal, juga terdapat pendidikan non-formal berupa pelatihan
keterampilan usaha tani lengkap terpadu sebanyak 26 orang, kursus tani 157
orang, peternakan 100 orang, koperasi 10 orang, kepemimpinan dan pembinaan desa
10 orang, peningkatan keterampilan wanita 25 orang, pertukangan dan industry
rumah tangga 10 orang, PKK 30 orang, keluarga berncana ( KB ) 8 orang, pembantu
PPL 1 orang dan kesehatan 1 orang. Pelatihan kursus keterampilan ini
dilaksanakan oleh instansi pemerintahan di tingkat provinsi dan kabupaten.
Dapat juga oleh instansi swasta dan LSM.
Mencermati jenis
pelatihan yang telah dilaksanakan dan jumlah warga yang telah mengikuti
pelatihan/kursus peningkatan keterampilan sudah cukup memadai, maka dapat
dikatakan bahwa kualitas Sumer Daya Manusia (SDM) di UPT Sidera sudah cukup
baik untuk melakukan berbagai kegiatan dalam segala bidang pembangunan.
Kesehatan
dan KB
Untuk
sarana dan pelayanan kesehatan di UPT Sidera, telah di bangun 1 buah puskesmas
pembantu yan dilengkapi dengan 1 buah rumah petugas kesehatan. Dalam melaksanakan
pelayanan kesehatan, petugas dalam hal ini bidan dibantu oleh 2 orang dukun
bayi. Lain halnya dengan pelayanan yang dilakukan oleh dokter yang bersifat
insidentil atau pada kondisi – kondisi tertentu saja. Dalam hal peningkatan
pelayanan kesehatan warga, sudah tentu di butuhkan tenaga kesehatan, obat –
obatan dan peralatan yang memadai pula.
Adapun jenis –
jenis penyakit yang menyerang dan jumlah warga yang terkena penyakit tersebut
dalam satu tahun terakhir ini, seperti malaria 11 orang, muntaber 36 orang,
infeksi saluran pencernaan 40 orang, infeksi saluran pernapasan akut ( ISPA )
125 orang, penyakit kulit 39 orang dan luka baru 6 orang. Dari informasi ini
diketahui bahwa jenis penyakit di UPT Sidera tergolong cukup banyak. Hal ini
berkaitan dengan penggunaan bahan – bahan kimia beracun dalam setiap aktivitas
usaha tani yang menyebabkan timbulnya penyakit seperti infeksi saluran
pencernaan, ISPA, dan penyakit kulit lainnnya.
Dalam usaha
pengendalian pertumbuhan penduduk, maka di UPT Sidera di bangun 2 pos KB yang
dilayani oleh 1 orang petugas KB ( PLKB ). Adapun penggunaan alat kontrasepsi
seperti Pil berjumlah 60 orang, spiral/IUD 5 orang, kodom 1 orang, suntik 53
orang serta susuk 20 orang. Hal ini menunjukan bahwa tingkat kesadaran dalam
mengendalikan kelahiran sudah cukup baik.
Pertanian
Modal utama untuk kegiatan usaha ekonomi masyarakat di
UPT Sidera adalah kepemilikan lahan usaha. Jumlah luas lahan usaha yang telah
dibagikan kepada trasmigran adalah 200 Ha, terdiri atas 100 Ha Lahan
Perkarangan (LP) atau masing-masing KK memperoleh 0,5 Ha dan 100 Ha Lahan Usaha
atau setiap KK memperoleh 0,5 Ha lahan usaha. Untuk budidaya tanaman secara
intensif pada umumnya warga saat ini hanya menggunakan lahan perkarangan,
sedangkan lahan usaha hanya sekitar 30% warga yang telah memanfaatkannya. Hal
ini berhubungan dengan ketersediaan air pengairan yang belum mampu menjangkau
semua lahan usaha.
Jenis tanaman yang banyak diusahakan
warga di UPT Sidera adalah jenis sayur – sayuran seperti bawang merah, bawang
goring, tomat, cabe. Rata – rata luas pengusahaan tanaman sayuran untuk setiap
KK adalah 0,1 Ha, sehingga secara keseluruhan luas tanaman
sayuran dapat mencapai 20 Ha. Khusus untuk tanaman bawang merah dan bawang
goring mencapai luasan tanam 12,5 Ha dengan luas panen 12,0 Ha. Luas tanam cabe
8,25 Ha dengan luas panen 7,75 Ha. Produktivitas tanaman bawang merah/goring
rata – rata 8 – 10 ton/Ha. Sedangkan produktivitas cabe berkisar 10 – 12
ton/Ha.
Sesuai dengan pola trasmigrasi
adalah pola holtikultura maka tanaman buah-buahan yang lebih banyak diusahakan
dilokasi ini seperti 500 pohon mangga, jeruk 300 pohon, nangka 150 pohon, kakao
120 pohon, kelapa 10 pohon dan jambu mente 85 pohon. Serta pisang, nenas, dan
alpukat.
Peternakan
Jenis ternak yang ada yaitu 18 ekor sapi, 67 ekor
kambing, 230 ekor ayam dan 60 ekor itik. Untuk pengembangan usaha peternakan
utamanya ternak kambing warga melalui kelompok tani, dan kelompok tani tersebut
perna memperoleh bantuan dari instansi teknis terkait.
Perikanan
Usaha perikanan UPT Sidera belum berkembang, namun
melihat potensinya sangat memungkinkan untuk mengembangkan usaha perikanan
darat berupa kolam/tambak untuk memanfaatkan air buangan irigasi terutama pada
malam hari dimana air tidak lagi dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya tanaman.
Kependudukan
Berdasarkan data
penempatan transmigran di UPT Sidera diketahui bahwa jumlah penduduk sebanyak
912 jiwa dari 230 KK. Daerah asal transmigrasi adalah Jawa tengah, NTT, NTB,
APDT dan TSM. Kondisi perkembangan penduduk di UPT Sidera hingga bulan juni
2006 mencapai 264 KK dari 230 KK pada awal penempatan. Penambahan KK lainnya berasal dari
transmigran spontan sebanyak 34 KK yang berasal dari masyarakat korban konflik
poso. Adapun pemeluk agama di UPT Sidera ada 2 yang mayoritas di dominasi oleh
agama islam selebihnya agama Kristen.
Modal utama untuk
kegiatan usaha ekonomi masyarakat di UPT Sidera adalah kepemilikan lahan usaha.
Jumlah luas lahan usaha yang telah dibagikan kepada transmigran adalah 200 Ha,
yuang terdiri atas 100 Ha lahan pekarangan ( LP ) atau masing - masing KK memperoleh 0,5 Ha dan
100 Ha untuk lahan usaha.
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1
Analisis Interaksi Lingkungan ABC dan Manusia
Pengertian
Hortikultura
Hortikultura berasal dari Bahasa
Latin yang terdiri dari dua patah kata yaitu hortus (kebun) dan culture
(bercocok tanam). Hortikultura memiliki makna seluk beluk kegiatan atau seni bercocok
tanam sayur-sayuran, buah – buahan atau tanaman hias. Pada umumnya
budidaya hortikultura diusahakan lebih intensif dibandingkan dengan budidaya
tanaman lainnya. Hasil yang diperoleh dari budidaya holtikultura ini per unit
areanya juga biasanya lebih tinggi. Lebih lanjut dikatakan tanaman holtikultura
memiliki berbagai fungsi dalam kehidupan manusia. Misalnya tanaman hias
berfungsi untuk member keindahan (aestetika), buah – buahan sebagai makanan,
dan lain-lain. Holtikultura berinteraksi dengan disiplin ilmu lainnya seperti
kehutanan, agronomi, dan ilmu terapan lainnya.
Penggolongan
Hortikultura
Hortikultura dikelompokkan dalam 4
kategori yaitu:
1.
Tanaman Buah-buahan
Kelompok
tanaman ini memiliki keanekaragaman morfologi, seperti ada yang berbentuk
:pohon (misalnya rambutan, mangga, durian, jeruk, dan sebagainya), atau bentuk
semak markisa).
2.
Tanaman sayuran
Tanaman ini merupakan tanaman hortikultura yang utama.
Sayuran juga dapat diklasifikasikan atas bagian apa dari sayuran tersebut yang
dapat digunakan. Bagian tanaman tersebut dapat berasal dari daun, tangkai daun,
umbi, batang, akar, bunga, buah ataupun biji. Berbeda dengan tanaman buah -
buahan, sayuran memiliki umur yang relatif singkat. Tanaman ini umumnya
dikonsumsi dalam bentuk segar, oleh karenanya proses penanganannya lebih
spesifik dibandingkan dengan hortikultura lainnya.
3.
Tanaman Hias
Manfaat dari tanaman hias ini adalah meningkatkan aestetika
lingkungan.
Budidaya tanaman ini dapat dilakukan pada ruang terbuka maupun didalam ruangan.
Budidaya tanaman ini dapat dilakukan pada ruang terbuka maupun didalam ruangan.
4.
Lanskap arsitektur
Lanskap menggunakan tanaman tertentu yang dipadukan dengan
elemen elemen lainnya untuk menghasilkan pemandangan yang indah. Aspek utama
dalam lanskap arsitektur ini adalah penutupan permukaan tanah yang umumnya
diwakili dengan rumput. Lanskap arsitektur sedemikian pentingnya karena dapat
memuaskan masyarakat yang melihatnya dan berpengaruh terhadap efek fisiologis
manusia.
Ciri – ciri tanaman hortikultura
Ciri – ciri Hasil tanaman hortikultura mempunyai sifat
khusus yaitu sebagai berikut :
1.
Produksinya
musiman, beberapa diantaranya tidak tersedia sepanjang tahun, contohnya :
Durian, Langsat, Rambutan, Manggis dan lain sebagainya.
2.
Memerlukan
voleme (ruangan) yang besar, menyebabkan ongkos angkut menjadi besar pula dan
harga pasar menjadi tinggi.
3.
Memiliki
daerah penanaman (geografi) yang sangat spesifik atau menuntut Agroklimat
tertentu, contoh : Jeruk Tebas, Durian Balai Karangan, Langsat Punggur, Duku
Palembang, Jeruk Garut, Mangga Indramayu, Markisa Medan, Rambutan Parit Baru,
Nenas Palembang dan lain sebagainya.
4.
Memiliki
nilai estetika, jadi harus memenuhi keinginan masyarakat umum. Keadaan ini
sangat sulit karena tergantung pada cuaca, serangan hama dan penyakit, namun
dengan biaya tambuhan kesulitan itu dapat diatasi.
5.
Mudah
/ cepat busuk, tetapi selalu dibutuhkan setiap hari dalam keadaan segar. Sejak
panen sampai pasar memerlukan penanganan secara cermat dan efisien karena akan
mempengaruhi kualitas dan harga pasar.
Berdasarkan hasil wawancara kelompok
kami yang di lakukan di UPT. Desa Sidera, maka kami dapat memperoleh data
sebagai beikut :
Sejarah
Singkat UPT. Desa Sidera
Status lahan
yang ditempati UPT Sidera adalah lahan Hak Guna Usaha (HGU) milik PT. Hasfarm
Hortikultura Sulawesi yang luas keseluruhannya adalah 1.230 Ha terletak di Desa
Pombewe dan Olobojo. Pembukaan lokasi tersebut untuk pemukiman berdasarkan pada
Surat Direktur PT. Hasfarm Hortikultura Sulawesi Nomor : 001/HHS-TKI/Ext/95
tentang penyerahan lahan HGU kepada Gubernur Propinsi Sulawesi Tengah. Seluas
500 Ha di Desa Sidera untuk dijadikan lokasi pemukiman transmigrasi dengan
sistem kerjasama pengusahaan tanaman Hortikultura.
Sesuai dengan kondisi fisik lahan yang merupakan lahan
kering, bertopografi miring dan bergelombang, maka pemukiman transmigrasi yang
dikembangkan dilokasi ini merupakan Transmigrasi Pola Lahan Kering (TPLK)
dengan tanaman hortikultura (Sayuran dan buah-buahan) menjadi komoditi utama
dengan sasaran produksi untuk ekspor. Namun dalam perjalanannya PT. Hasfarm
Hortikultura Sulawesi Tengah yang rencananya akan menjadi bapak angkat ternyata
kegiatannya tidak berlanjut, sehingga lahan yang ada oleh warga tetap dikembangkan
komoditi holtikultura (sayuran hijau, bawang merah, cabe, tomat) namun
pengelolaan sampai pemasarannya ditangani sendiri oleh masing-masing warga
transmigran.
Transmigran
yang telah ditempatkan di UPT Sidera ini melalui 3 tahap yaitu tahap pertama
pada tahun 1996 dengan transmigran yang berasal dari Jawa Tengah, NTT dan APPDT
sebanyak 369 jiwa dari 100 KK. Tahap kedua pada tahun 1999 dengan transmigran
dari Jawa Timur, NTB, dan APPDT berjumlah 441 jiwa dari 100 KK. Tahap ketiga
yaitu tahun 2003 dengan transmigran swakarsa mandiri (TSM) sebanyak 102 jiwa
dari 30 KK.
UPT.
Sidera yang terletak hanya 15 km dari kota Palu, dapat dijangkau paling lambat
30 menit melalui jalan aspal, hampir tidak ada kendala dalam pengembangannya,
bahkan kegiatan ekonomi di lokasi ini sudah tumbuh. Apalagi dengan terpasangnya
jaringan listrik pada akhir tahun 2006, diharapkan usaha ekonomi akan semakin
membaik terutama berkembangnya usaha industri rumah tangga yang saling
menunjang dengan kegiatan usahatani.
Potensi
masalah adalah ketersediaan air irigasi perpipaan yang dimanfaatkan warga untuk
kegiatan usahatani. Tingkat kdetersediaan dan distribusi air seling mengalami
gangguan walaupun pada tahun anggaran 2006, Dinas Pertanian dan Peternakan
Propinsi Sulawesi Tengah telah melakukan kegiatan perbaikan saluran air
perpipaan tersebut dengan biaya yang cukup mahal (berkisar 5 Milyar Rupiah).
a.
Keadaan
Wilayah di UPT. Desa Sidera Kecamatan Sigi-Biromaru
1.1
Letak
Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Sidera secara administrasi
terletak di Desa Sidera Kecamatan Sigi-Biromaru Kabupaten Donggala Propinsi
Sulawesi Tengah. Secara geografis UPT Sidera terletak pada garis bujur 119056’00”
BT - 119058’00” BT dan garis lintang 00000’58” LS - 01001’00”
LS.
Secara ekonomi UPT ini memiliki jarak dengan pusat-pusat
pertumbuhan sebagai berikut : Ke Ibu kota Kecamatan Sigi-Biromaru berjarak 5
km, Ke Ibu kota Kabupaten Donggala berjarak 40 km, Ke Ibu kota Propinsi
Sulawesi Tengah (Palu) berjarak 13 km.
1.2
Batas
Secara
fisik UPT Sidera berbatasan dengan : Sebelah Utara dengan Desa Pombewe dan
Sungai Paneki, Sebelah Selatan dengan Jl. Raya Sidera – Desa Olobojo dan Sungai
Wuno, Sebelah Timur dengan Gunung Kafarantabo, dan Sebelah Barat dengan Jl.
Pombewe – Olobojo.
1.3
Aksesibilitas
Lokasi UPT Sidera dapat dijangkau dengan mudah dari
kota palu dengan menggunakan kendaraan roda empat melalui jalan aspal sepanjang 15 km
kea rah selatan kota palu, dengan waktu tempuh sekitar 15 – 30 menit.
Untuk mencapai lokasi dapat menggunakan kendaraan umum melalui rute
utama yaitu Kota Palu (terminal) + Biromaru (Mpanau) + Desa Sidera +
Olobojo Lokasi UPT Sidera.
Ongkos angkutan umum melalui rute tersebut adalah Rp. 3.000,- Rute lainnya
adalah Palu (terminal) + Biromaru (Mpanau) + Kampung Pombewe + lokasi. Ongkos
angkutan dengan menggunakan kendaraan umum sekitar Rp. 2.500 – Rp. 3.000,-
Tingkat kemudahan hubungan
(aksessibilitas) antara kota palu sebagai pusat perkembangan dengan lokasi,
cukup baik. Apalagi pada hari – hari libur lokasi ini dapat merupakan pilihan
tempat rekreasi bagi warga kota Palu sekaligus untuk membeli sayuran untuk
kebutuhan keluarga.
1.4
Luas dan Bentuk Lokasi
Berdasarkan Surat Direktur PT. Hasfarm Hortikultura
Sulawesi Nomor : 001/HHS-TKI/Ext/95 tentang penyerahan lahan HGU kepada
Gubernur Propinsi Sulawesi Tengah, maka lahan HGU seluas 500 Ha di Desa Sidera
diserahkan untuk dijadikan pemukiman transmigran dengan system kerjasama
pengusahaan tanaman Hortikultura.
Pola pemukiman masyarakat di UPT
Sidera telah disusun berdasarkan system blok dimana pemukiman masyarakat
mengikuti alur jalan yang berhubungan dengan fasilitas umum, dan selebihnya
adalah lahan usaha pertanian.
Lokasi pemukiman di UPT Sidera
berupa Satuan Pemukiman (SP) yang terdiri atas SP-A dan SP-B, dimana bentuk
lokasi SP-A didominasi oleh lahan berbukit dan bergunung sedangkan bentuk
lokasi SP-B relative lebih landai.
1.5
Tanah
Di UPT Sidera terdapat dua macam tanah yaitu :
3.
Regusol
Eutrik yang terbentuk dari bahan induk alluvium dan meliputi areal seluas 775,7
Ha, menyebar pada wilayah datar (0-3 %) hingga berbukit (26-40%).
4.
Regusol
Eutrik yang terbebtuk dari bahan induk alluvium dan umumnya terbentuk pada
wilayah bergunung (>40%). Luas wilayah untuk macam tanah ini adalah 454,6
Ha.
1.8 Lahan
Peruntukan lahan di UPT Sidera diarahkan pada
Transmigrasi Pola Usahatani Lahan Kering
(TPLK) dengan komoditi utama Hortikultura. Alokasi lahan yaitu : Lahan
Perkarangan seluas 0,5 Ha dan Lahan Usaha (LU) seluas 0,5 Ha untuk setiap KK
transmigran ; Lahan Pusat Desa ; Lahan Test Farm/Seed Farm ; Lahan Kas Desa ;
Lahan Pengembalaan ; Lahan Fasilitas Umum dan Jalan Desa ; Lahan untuk
Fasilitas umum lainnya. Dalam pengelolaan lahan menggunakan
alat tradisional dan dibantu oleh bantuan dari pihak pemerintah berupa
“TRAKTOR”. Sedangkan penyiapan bibit dibuat sendiri dan saat panen menggunakan
alat tradisional seperti parang dan tenaga mereka sendiri selaku pengelola
lahan.
1.9 Topografi
Topografi
lahan di UPT Sidera terutama di SP-1 didominasi oleh lahan berbukit sampai
bergunung. Adapun klasifikasi lahan di UPT Sidera secara lengkap disajikan pada
table berikut :
Tabel
1
Luas
Lahan Berdasarkan Kelas Lereng
Bentuk Wilayah
|
Kelas Lereng (%)
|
Luas
|
|
Ha
|
%
|
||
Datar
Berombak
Bergelombang
Agak Berbukit
Berbukit
Bergunung
|
0 – 3
4 – 8
8 – 15
15 – 25
25 – 40
> 40
|
45,50
341,90
95,30
122,40
170,30
454,60
|
3,70
27,80
7,70
10,00
13,80
37,00
|
Jumlah
|
1.230,00
|
100,00
|
1.10
Iklim
UPT Sidera yang berada
di wilayah Kecamatan Sgi-Biromaru Kabupaten Donggala berdasarkan klasifikasi
iklim Oldeman, termasuk ke dalam tipe E4 dimana tidak terdapat bulan basah dan
bulan kering terjadi antara bulan 6 – 12. Curah hujan rata – rata pertahun
ssekitar 971,2 mm dengan distribusi hujan terbesar terjadi pada bulan Juli
sebesar 109,7 mm dan curah hujan terkecil terjadi pada bulan Maret sekitar 37,5
mm.
1.11
Sumber Daya Air
Untuk mengatasi kebutuhan air tanaman,
maka di UPT Sidera telah dibangun sistem
irigasi perpipaan yang inteknya berasal dari sungai wuno yang jaraknya sekitar
9 km dari lokasi UPT ( Unit Pemukiman Transmigrasi ), kemudian air dari irigasi
tersebut di alirkan secara gravitasi hingga ke lahan pekarangan rumah warga
untuk selanjutnya di manfaatkan untuk kebutuhan usaha tani. Adapun teknik
aplikasi air irigasi perpipaan oleh sebagian besar warga menggunakan kincir (
sprinkle ) sehingga penggunaan airnya menjadi lebih efisien dan sangat
menunjang usaha budidaya tanaman hortikultura ( utamanya sayur – sayuran ).
Berdasaran data hasil pengujian
kualitas air menunjukkan bahwa secara fisik dan kimia kualitas air permukaan
yang disalurkan melalui perpipaan ke rumah – rumah warga telah memenuhi
kriteria baku mutu air bersih dan air minum. Selain itu air permukaan dari
sungai Wuno, sebelumnya telah diadakan sumur dalam sebagai sumber air tanah
dengan kedalaman equifer antara 198 – 225 meter dengan debit sedang. Namun
penggunaan sumur dalam ini menjadi tidak efektif dan tidak efesien dibandingkan
dengan air permukaan karena besarnya biaya operasional terutama bahan bakar dan
honor petugas. Dengan demikian dua unit sumur dalam yang ada di UPT Sidera
tidak diungsikan lagi kecuali dalam kondisi darurat.
b.
Kependudukan
Berdasarkan data
penempatan transmigran di UPT Sidera diketahui bahwa jumlah penduduk sebanyak
912 jiwa dari 230 KK. Daerah asal transmigrasi adalah Jawa tengah, NTT, NTB,
APDT dan TSM. Kondisi perkembangan penduduk di UPT Sidera hingga bulan juni
2006 mencapai 264 KK dari 230 KK pada awal penempatan. Penambahan KK lainnya berasal dari transmigran
spontan sebanyak 34 KK yang berasal dari masyarakat korban konflik poso. Adapun
pemeluk agama di UPT Sidera ada 2 yang mayoritas di dominasi oleh agama islam
selebihnya agama Kristen.
Modal utama untuk
kegiatan usaha ekonomi masyarakat di UPT Sidera adalah kepemilikan lahan usaha.
Jumlah luas lahan usaha yang telah dibagikan kepada transmigran adalah 200 Ha,
yuang terdiri atas 100 Ha lahan pekarangan ( LP ) atau masing - masing KK memperoleh 0,5 Ha dan
100 Ha untuk lahan usaha.
1.
Penempatan
Berdasarkan data penempatan transmigran
di UPT Sidera diketahui bahwa jumlah penduduk sebanyak 912 jiwa dari 230 KK.
Daerah asal transmigrasi adalah Jawa tengah, NTT, NTB, APDT dan TSM. Adapun
uraian jumlah penduduk berdasarkan daerah asal, disajikan pada tabel dibawah
ini.
Tabel 2
Jumlah penduduk berdasarkan daerah
dan tahun penempatan
No
|
Daerah
asal
|
Penempatan
|
Jumlah
kk
|
Jumlah
jiwa
|
Tgl/Bulan/Thn
|
||||
1.
|
JATENG
|
13/01/1996
|
37
|
144
|
2.
|
NTT
|
15/
04/1996
|
37
|
119
|
3.
|
APPDT
|
18/04/1996
|
20
|
81
|
4.
|
APPDT
|
20/04/1996
|
6
|
25
|
5.
|
JATIM
|
27/02/1999
|
20
|
63
|
6.
|
NTB
|
04/02/1999
|
40
|
195
|
7.
|
APPDT
|
06/03/1999
|
20
|
95
|
8.
|
APPDT
|
08/03/1999
|
20
|
88
|
9.
|
TSM
|
06/01/2003
|
30
|
102
|
|
Jumlah
|
|
230
|
912
|
2.
Perkembangan
/ Mutasi Penduduk
Kondisi
perkembangan penduduk di UPT Sidera hingga bulan juni 2006 mencapai 264 KK dari
230 KK pada awal penempatan. Penambahan
KK lainnya berasal dari transmigran spontan sebanyak 34 KK yang berasal dari
masyarakat korban konflik poso.
3.
Struktur
Penduduk
Terbagi atas dua
bagian, yaitu :
a.
Berdasarkan umur dan jenis kelamin
Pengelompokan penduduk
berdasarkan umur dan jenis kelamin bertujuan untuk mengetahui jumlah usia kerja
produktif dan tidak produktif. Untuk mengetahui komposisi penduduk berdasarkan
umur, dapat di lihat pada tabel berikut :
Tabel
3
Komposisi penduduk menurut umur dan jenis kelamin
No
|
Struktur
umur
|
Jenis
kelamin
|
||
Laki-laki
|
Perempuan
|
Jumlah
|
||
1.
|
0
- 4
|
47
|
49
|
96
|
2.
|
5
- 9
|
50
|
48
|
98
|
3.
|
19
- 14
|
61
|
56
|
117
|
4.
|
15
- 19
|
36
|
35
|
71
|
5.
|
20
- 24
|
38
|
38
|
76
|
6.
|
25
- 29
|
38
|
39
|
77
|
7.
|
30
- 34
|
37
|
33
|
70
|
8.
|
35
- 39
|
53
|
39
|
92
|
9.
|
40
- 44
|
49
|
48
|
97
|
10.
|
45
- 49
|
20
|
44
|
64
|
11.
|
50
- 54
|
18
|
22
|
60
|
12.
|
>55
|
8
|
6
|
14
|
|
Jumlah
|
455
|
457
|
912
|
b. Penduduk
menurut mata pencaharian
Berdasarkan mata
pencaharian penduduk di UPT Sidera, Sekitar 98 % bermata pencaharian sebagai
petani, terutama petani tanaman hortikultura ( Sayuran dan buah – buahan ) dan
sisanya sekitar 2 % bermata pencaharian sebagai pedagang dan PNS ( Pegawai
Negeri Sipil ).
c.
Usaha
Ekonomi
Jenis tanaman yang
banyak diusahakan warga di UPT Sidera adalah jenis sayur – sayuran seperti
bawang merah, bawang goreng, tomat, cabe. Rata – rata luas pengusahaan tanaman
sayuran untuk setiap KK adalah 0,1 Ha, sehingga secara keseluruhan luas tanaman
sayuran dapat mencapai 20 Ha. Khusus untuk tanaman bawang merah dan bawang
gioreng mencapai luasan tanaman 12,5 Ha dengan luas panen12,0 Ha. Luas tanam
cabe 8,25 Ha dengan luas panen 7,75 Ha. Produktivitas tanaman bawang
merah/goreng rata-rata 8-10 ton/Ha sedangkan produktivitas cabe berkisar 10-12
ton/Ha.
Disamping itu, tanaman
perkebunan yang diusahakan warga di UPT Sidera, bukan merupakan tanaman utama
sehingga jenis dan jumlah tanaman perkebunan yang diusahakan warga transmigran
sangat terbatas diantaranya adalah kakao 120 pohon, kelapa 10 pohon dan jambu
mete 85 pohon.
Sesuai dengan pola
transmigrasi adalah pola hortikultura maka tanaman buah-buahan yang lebih
banyak diusahakan di lokasi ini seperti : mangga 500 pohon, jeruk 300 pohon,
nangka 150 pohon, serta pisang, nanas dal alpukat. Tanaman buah-buahan tersebut
umumnya telah produktif, dan hasilnya selain untuk konsumsi rumah tangga juga
banyak diantaranya yang dijual untuk menambha penghasilan keluarga.
Jenis ternak yang ada yaitu 18 ekor sapi, 67 ekor
kambing, 230 ekor ayam dan 60 ekor itik. Untuk pengembangan usaha peternakan
utamanya ternak kambing warga melalui kelompok tani, dan kelompok tani tersebut
perna memperoleh bantuan dari instansi teknis terkait.
Usaha
perikanan UPT Sidera belum berkembang, namun melihat potensinya sangat
memungkinkan untuk mengembangkan usaha perikanan darat berupa kolam/tambak
untuk memanfaatkan air buangan irigasi terutama pada malam hari dimana air
tidak lagi dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya tanaman
Pemenuhan 9 bahan pokok
bagi warga di UPT Sidera umumnya diperoleh dikios-kios yang terdapat dilokasi
pemukiman, namun tingkat harga relatif tinggi dari pasar diluar lokasi. Hal ini
disebabkan karena biaya transportasi barang yang masih tinggi karena akses ke
lokasi tersebut belum terlalu lancar.
d.
Sosial
budaya
1.
Pendidikan
c.
Pendidikan
formal
Untuk sarana pendidikan di UPT Sidera, telah
dibangun 1 – 5 unit gedung permanen untuk Sekolah Dasar ( SD ) yang di
tempatkan di areal fasilitas umum di SP-A. Adapun untuk proses belajar
mengajarnya di tunjang oleh 1 kepala sekolah, 3 orang guru bantu tetap dan 1
orang guru honorer serta 1 orang penjaga sekolah. Jumlah murid secara
keseluruhan dari kelas I – VI yaitu 125 orang dengan jumlah murid laki – laki
63 orang dan murid perempuan 62 orang.
d.
Pendidikan
non-formal
Selain pendidikan formal, juga terdapat pendidikan
non-formal berupa pelatihan keterampilan usaha tani lengkap terpadu sebanyak 26
orang, kursus tani 157 orang, peternakan 100 orang, koperasi 10 orang,
kepemimpinan dan pembinaan desa 10 orang, peningkatan keterampilan wanita 25
orang, pertukangan dan industry rumah tangga 10 orang, PKK 30 orang, keluarga
berncana ( KB ) 8 orang, pembantu PPL 1 orang dan kesehatan 1 orang. Pelatihan
kursus keterampilan ini dilaksanakan oleh instansi pemerintahan di tingkat provinsi
dan kabupaten. Dapat juga oleh instansi swasta dan LSM.
Mencermati jenis pelatihan yang telah dilaksanakan
dan jumlah warga yang telah mengikuti pelatihan/kursus peningkatan keterampilan
sudah cukup memadai, maka dapat dikatakan bahwa kualitas Sumer Daya Manusia
(SDM) di UPT Sidera sudah cukup baik untuk melakukan berbagai kegiatan dalam
segala bidang pembangunan.
2.
Kesehatan
dan KB
Untuk sarana dan pelayanan kesehatan di UPT Sidera,
telah di bangun 1 buah puskesmas pembantu yan dilengkapi dengan 1 buah rumah
petugas kesehatan. Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan, petugas dalam hal
ini bidan dibantu oleh 2 orang dukun bayi. Lain halnya dengan pelayanan yang
dilakukan oleh dokter yang bersifat insidentil atau pada kondisi – kondisi
tertentu saja. Dalam hal peningkatan pelayanan kesehatan warga, sudah tentu di
butuhkan tenaga kesehatan, obat – obatan dan peralatan yang memadai pula.
Adapun jenis – jenis penyakit yang menyerang dan
jumlah warga yang terkena penyakit tersebut dalam satu tahun terakhir ini,
seperti malaria 11 orang, muntaber 36 orang, infeksi saluran pencernaan 40
orang, infeksi saluran pernapasan akut ( ISPA ) 125 orang, penyakit kulit 39
orang dan luka baru 6 orang. Dari informasi ini diketahui bahwa jenis penyakit
di UPT Sidera tergolong cukup banyak. Hal ini berkaitan dengan penggunaan bahan
– bahan kimia beracun dalam setiap aktivitas usaha tani yang menyebabkan
timbulnya penyakit seperti infeksi saluran pencernaan, ISPA, dan penyakit kulit
lainnnya.
Dalam usaha pengendalian pertumbuhan penduduk, maka
di UPT Sidera di bangun 2 pos KB yang dilayani oleh 1 orang petugas KB ( PLKB
). Adapun penggunaan alat kontrasepsi seperti Pil berjumlah 60 orang,
spiral/IUD 5 orang, kodom 1 orang, suntik 53 orang serta susuk 20 orang. Hal
ini menunjukan bahwa tingkat kesadaran dalam mengendalikan kelahiran sudah
cukup baik.
3.
Kesenian
Adapun
jenis kesenian yang sudah ada di UPT Sidera yaitu kesenian kuda lumping dan
music samrah. Secara umum, kegiatan kesenian belum terlalu berkembang, karena
minimnya peralatan kesenian dan belum adanya pembinaan.
4.
Olah
raga
Kegiatan
olah raga yang ada di UPT Sidera seperti sepak bola 1 kelompok, sepak takraw 1
kelompok dan volley ball 3 kelompok. Akan tetapi kegiatan olah raga yang ada
ini hanya bersifat musiman saja tergantung dari situasinya. Misalnya hanya pada
saat peringatan hari – hari besar nasional.Yang menjadi kendala pengembangan
kegiatan olahraga di UPT sidera ini yaitu karena belum tersedianya lapangan
olahraga yang refresentatif untuk di gunakan oleh warga sebagai sarana pembinaan prestasi dan peningkatan hubungan
social baik diantara sesame warga trans maupun dengan warga di luar lokasi
transmigrasi.
5.
Agama
Adapun pemeluk agama di UPT Sidera ada 2 yang
mayoritas di dominasi oleh agama islam selebihnya agama Kristen. Jumlah
penduduk pemeluk agama islam yaitu 794 orang. Untuk sarana peribadatan, telah
di bangun 2 buah mesjid yang masing – masing berada di tempat yang berbeda. 1
buah berada di SP-A yang di bangun bersamaan dengan fasilitas umum dan yang
satunya lagi berada di SP-B yang di bangun secara swadaya. Untuk pembinaan
umat, ada 3 orang rohaniawanyang secara rutin bertugas. Sedangkan kitab suci
Al-Qur’an yang secara khusus terssedia di mesjid belum ada. Sedangkan jumlah
pemeluk agama Kristen yaitu 26 orang dan telah memiliki 1 rumah ibadah yang di
bombing oleh 1 rohaniawan.
6.
Organisasi
desa
Sebagai
wadah kegiatan social masyarakat di UPT Sidera, di bentuk beberaepa organisasi
social seperti PKK 1 kelompok, kelompok tani 9 kelompok, karang taruna 1
kelompok dan KUD 1 kelompok. Peran dari masing – masing kelompok – kelompok
social yang ada ini belum maksimal bahkan beberapa kelompok sudah tidak aktif
lagi.
7.
Organisasi
Pemerintah Desa
Untuk
pembinaan warga di UPT Sidera, telah di angkat kepala desa dan sekretaris
berdasarkan hasil pemilihan oleh warga. Perangkat desa terdiri atas 1 orang
kaur pemerintahan, yang dibantu oleh 2 orang kepala dusun dan 10 RT. Adapun
untuk pengamanan wilayah desa, di angkat pula 9 petugas pertahanan sipit yang
biasa di sebut Hansip. Untuk menjalankan administrasi pemerintahan, telah
tersedia 1 buah kantor desa beserta balai pertemuan warga desa.
8.
Pelayanan
pos dan telekomunikasi
Untuk
sarana komunikasi, warga umumnya sudah memiliki sarana telepon. Bahkan beberapa
warga sudah memiliki handphone sendiri karena dilokasi ini jangkauan ( signal )
cukup baik. Dengan kata lain bahwa sarana telekomunikasi di lokasi pemukiman
ini tidak ada masalah.
9.
Inventaris
UPT
Untuk
menunjang berbagai kegiatan administrasi dan pelayanan kepada warga, di UPT Sidera
ini di lengkapi dengan barang – barnag inventaris kantor berup 1 buah mesin ketik, 1 buah lemari/rak, 4 buah
papan statistic, 12 buah kursi tamu, 6 buah meja kerja dan 1 unit peta.
10. Harta kekayaan transmigran
Kepemilikan
harta kekayaaan warga, dapat menjadi tolok ukur keberhasilan warga
tersebut. Di UPT Sidera kepemilikan
harta transmigran berupa : mobil 1 buah, sepeda motor 22 buah, parabola 1 buah,
televise 1 buah, radio 3 buah, tape recorder 12 buah, petromaks 8 buah, dan
mesin jahit 4 buah.
11. Sarana dan prasarana
Adapun
sarana dan prasarana yang ada di UPT sidera yaitu 1 buah kantor desa, 1 buah
bangunan kesehatan, 1 buah rumah petugas kesehatan, 6 buah bangunan pendidikan,
3 buah rumah guru, 1 buah balai desa, 1 buah bangunan KUD, 3 buah rumah ibadah,
2 unit tanah kuburan, 2 unit tanah kas desa serta lapangan olahraga volley dan
takraw masing – masing 1 buah.
1.
Pemasaran
dan transportasi
a. Harga
9 bahan pokok
Pemenuhan 9 bahan pokok
bagi warga di UPT Sidera, umumnya diperoleh dari kios – kios yang terdapat
dilokasi pemukimkan. Namun, tingkat harganya relatif lebih tinggi dibanding
dengan harga di luar lokasi pemukiman harga. Hal ini disebabkan karena akses
kelokasi tersebut belum terlalu lancar sehingga biaya transportasi barang juga
tinggi. Hal inilah yang menyeabkan sampai harga barang di UPT Sidera relatif
tinggi.
Untuk
mengetahui tinggkat harga 9 bahan pokok di UPT Sidera, dapat di lihat pada
tabel di bawah ini.
Tabel
4
Jenis bahan pokok dan harga yang berlaku di UPT
Sidera
No
|
Jenis
barang
|
Harga
(
Rp )
|
Satuan
|
Tempat
pembelian
|
1.
|
Beras
|
3.500
|
Kg
|
Kios
di UPT
|
2.
|
Gula
pasir
|
6.500
|
Kg
|
Kios
di UPT
|
3.
|
Minyak
tanah
|
2.750
|
Liter
|
Kios
di UPT
|
4.
|
Minyak
kelapa
|
6.000
|
Liter
|
Kios
di UPT
|
5.
|
Garam
|
1.000
|
Bungkus
|
Kios
di UPT
|
6.
|
Terigu
|
4.000
|
Kg
|
Kios
di UPT
|
7.
|
Sabun
( Rinso )
|
12.000
|
Kg
|
Kios
di UPT
|
8.
|
Kecap
|
3.500
|
Botol
|
Kios
di UPT
|
9.
|
Ikan
asin
|
17.500
|
Kg
|
Kios
di UPT
|
b. Tansportasi
Situasi
transportasi dari lokasi menuju kota – kota pemasaran, disajikan pada tabel
dibawah ini.
Tabel
5
Kondisi sarana transportasi kekota pemasaran
No
|
Uraian
|
Kota
pemasaran
|
||
Kecamatan
|
Kabupaten
|
Provinsi
|
||
1.
|
Jarak
pasar dari pemukiman ( Km )
|
5
|
40
|
15
|
2.
|
Alat
angkut dari pemukiman
|
Roda
4
|
Roda
4
|
Roda
4
|
|
Frekuensi
angkutan ke pemukiman
|
3
kali per minggu
|
Setiap
hari
|
Setiap
hari
|
|
Waktu
tempuh dari pasar ke lokasi
|
20
menit
|
1
jam,
|
|
Untuk
kelancaran hasil usaha tani serta usaha ekonomi lainnya sangat tergantung pada
prasarana dan sarana transportasi yang tersedia.
2. Industri rumah tangga dan usaha
jasa
Di UPT Sidera
hingga saat ini industry rumah tangga maupun usaha jasa belum berkembang.
Walaupun beberapa rumah tangga transmigran memiliki keterampilan untuk usaha
industri seperti pembuatan tahu, tempe dan jamu.
Adapun usaha
jasa yang ada di UPT Sidera yaitu warung 6 buah, tukang jahit 1 unit, tukang
batu 6 orang, tukang kayu 10 orang dan reparasi elektronik 1 orang. Usaha jasa
yang ada ini bukan merupakan sumber pendapatan utama, melainkan hanyalah usaha
sampingan untuk menambah pendapatan keluarga. Karena mata pencaharian utama
mereka yaitu sebagai usaha tani.
3.
Kelembagaan
ekonomi
Di UPT sidera
telah didirikan lembaga ekonomi berupa Koperasi Unit Desa ( KUD ) bernama “
Karya Pura “ yang berdidi pada tanggal 19 Februari 1996 dan telah berbadan
hokum dengan nomor : 56/BH/KDK-19/IV/1999 dengan jumlah pengurus 6 orang dan
anggotanya sebanyak 150 orang.
Untuk
menjalankan kegiatannya, KUD pernah
memperoleh bantuan modal dari dinas nakertrans provinsi Sulawesi Tengah sebesar
48.000.000,00, dan simpanan pokok anggota sebanyak 754.000,00, sehingga secara
keseluruhan jumlah modal kerja KUD ini telah mencapai 49.540.000,00.
Pada tahap
perkembangan selanjutnya, kegiatan KUD ini belum maksimal dalam membantu
anggotanya, terutama dalam menunjang berbagai kegiatan usaha ekonomi termasuk
kegiatan produksi, pengolahan dan pemasaran usaha tani serta hasil – hasil
usaha lainnya.
4.2
Interaksi Sosial Masyarakat UPT. Sidera
Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan
sosial yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara
individu yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan
kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu. Dalam interaksi juga
terdapat simbol, di mana simbol diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau
maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang menggunakannya
Proses Interaksi sosial menurut Herbert Blumer adalah pada
saat manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dimiliki sesuatu
tersebut bagi manusia. Kemudian makna yang dimiliki sesuatu itu berasal dari
interaksi antara seseorang dengan sesamanya. Dan terakhir adalah Makna tidak
bersifat tetap namun dapat dirubah, perubahan terhadap makna dapat terjadi
melalui proses penafsiran yang dilakukan orang ketika menjumpai sesuatu. Proses
tersebut disebut juga dengan interpretative process
Interaksi sosial dapat terjadi bila antara dua individu atau
kelompok terdapat kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan tahap
pertama dari terjadinya hubungan sosial Komunikasi merupakan penyampaian suatu
informasi dan pemberian tafsiran dan reaksi terhadap informasi yang
disampaikan. Karp dan Yoels menunjukkan beberapa hal yang dapat menjadi sumber
informasi bagi dimulainya komunikasi atau interaksi sosial. Sumber Informasi
tersebut dapat terbagi dua, yaitu Ciri Fisik dan Penampilan. Ciri Fisik, adalah
segala sesuatu yang dimiliki seorang individu sejak lahir yang meliputi jenis
kelamin, usia, dan ras. Penampilan di sini dapat meliputi daya tarik fisik,
bentuk tubuh, penampilan berbusana, dan wacana.
Interaksi sosial memiliki aturan, dan aturan itu dapat
dilihat melalui dimensi ruang dan dimensi waktu dari Robert T Hall dan Definisi
Situasi dari W.I. Thomas. Hall membagi ruangan dalam interaksi sosial menjadi 4
batasan jarak, yaitu jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial, dan jarak
publik. Selain aturan mengenai ruang Hall juga menjelaskan aturan mengenai
Waktu. Pada dimensi waktu ini terlihat adanya batasan toleransi waktu yang
dapat mempengaruhi bentuk interaksi. Aturan yang terakhir adalah dimensi
situasi yang dikemukakan oleh W.I. Thomas. Definisi situasi merupakan
penafsiran seseorang sebelum memberikan reaksi. Definisi situasi ini dibuat
oleh individu dan masyarakat.
Interaksi Sosial adalah suatu proses hubungan timbal balik
yang dilakukan oleh individu dengan individu, antara indivu dengan kelompok,
antara kelompok dengan individu, antara kelompok dengan dengan kelompok dalam
kehidupan social.
Interaksi sosial yang
ada di UPT. Sidera berjalan dengan baik dan dapat terlihat dengan dibentuknya
beberapa organisasi desa berupa pembentukan kelompok usahatani, kelompok PKK,
serta KUD. Disamping itu, terjadi interaksi yang baik antara sesama warga
masyarakat sekitar.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN REKOMENDASI
6.1
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan
diatas maa dapat ditarik kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1. Keadaan
wilayah yang ada di UPT. Sidera merupakan lahan kering, bertopografi miring dan
bergelombang. Maka pemukiman transmigrasi yang dikembangkan dilokasi ini
merupakan Transmigrasi Pola Lahan Kering (TPLK) dengan tanaman hortikultura
(Sayuran dan buah-buahan) menjadi komoditi utamanya.
2. Perekonomian
yang ada di UPT. Sidera yaitu telah didirikan lembaga ekonomi berupa Koperasi
Unit Desa (KUD) bernama “ Karya Pura “ yang berdiri pada tanggal 19 Februari
1996 dan telah berbadan hokum dengan nomor : 56/BH/KDK-19/IV/1999 dengan jumlah
pengurus 6 orang dan anggotanya sebanyak 150 orang. Jenis tanaman yang banyak
diusahakan warga di UPT Sidera adalah jenis sayur – sayuran seperti bawang
merah, bawang goreng, tomat, cabe.
3. Keadaan
sosial budaya yang ada di UPT. Sidera ini antara lain :
a. Pendidikan
terdiri dari pendidikan formal dan non-formal.
b. Balai
Kesehatan (puskesmas) yang dilengkapi 1 buah rumah petugas kesehatan.
c. Kesenian
berupa musik samrah
d. Olah
raga terdiri dari sepak takraw, volly ball.
e. Agama
mayoritas islam
4. Cara
pengelolaan tanaman hortikultura di UPT Sidera sudah menggunakan alat
tekhnologi canggih berupa traktor, tetapi masih ada sebagian yang menggunakan
alat sederhana di samping itu juga, petani sayuran di UPT. Sidera ini
menggunakan pupuk untuk tanaman sayuran (hortikultura) tersebut.
6.2
Rekomendasi
Adapun
rekomendasi yang dapat kami sampaikan yaitu :
1. Upaya pengelolaan Hortikultura di UPT. Sidera
seharusnya lebih ditingkatkan lagi, sehingga dapat berdampak positif kepada
masyarakat yang ada di kawasan UPT. Sidera. Dan juga hasilnya dapat dikenal
oleh masyarakat luas serta masyarakat sekitar.
2. Pemerintah daerah juga sebaiknya turun langsung ke
lapangan agar dapat melihat kondisi yang nyata dan yang ada sekarang ini di UPT
Sidera, sehingga pemerintah dapat memberikan bantuan yang diperlukan masyarakat
Adhi Santika, 1994. Program Penelitian dan Pengembangan
Hortikultura dalam Pelita VI. Proc. Simp. Hort. Nas., Malang. P. 36 –
42.
Bungaran Saragih, 1999. Sektor Agribisnis sebagai Tulang punggung
Pembangunan Ekonomi Indonesia. Gerakan Terpadu Peduli
Pertanian, Undip Semarang. 14 pp.
Dudung Abdul Adjid, 1993. Kebijaksanaan
Pengembangan Hortikultura di Indonesia dalam Pelita VI. Seminar dan
Konggres PERHORTI. Malang 20-21 Nopember 1993.
Kasumbogo Untung, 1994. Peranan Hortikultura dalam Perbaikan
Lingkungan Hidup. Proc. Simp. Hort. Nas., Malang. P 22 – 25.
Sri Setyati Haryadi, 1994. Perbaikan Pendidikan di Bidang
Hortikultura. Proc. Simp. Hort. Nas., Malang. P 27 – 29.
Gambar Hasil Pertanian
di UPT Sidera