BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meningkatnya
pemahaman masyarakat mengenai perbedaan individual mengakibatkan semakin
tingginya tuntutan terhadap variasi metode pembelajaran dalam lingkup
pendidikan. Masyarakat menuntut adanya perbaikan sistem pendidikan dari metode
pembelajaran yang konvensional menuju metode-metode yang inovatif sehingga
penyerapan materi oleh peserta didik dapat menjadi optimal.
Saat
ini pemangku kebijakan telah menyadari bahwa pendidikan merupakan investasi
masa depan. Sehingga upaya-upaya perbaikan sistem pendidikan terus
dikembangkan. Salah satu upaya tersebut adalah perbaikan kurikulum yang di
dalamnya mencakup metode pembelajaran di dalam kelas. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) yang digunakan hingga saat ini menempatkan murid sebagai
subjek pembelajaran dan memainkan peran penting di dalam kelas, sementara guru
berfungsi sebagai fasilitator. Siswa dituntut untuk memiliki inisiatif dalam
pembelajaran sehingga materi yang akan dibahas dapat dipahami secara
komprehensif. Selain itu KTSP akan sangat mendukung siswa dalam rangka
aktualisasi diri menyampaikan gagasannya.
Salah
satu metode yang digunakan dalam pembelajaran di kelas adalah metode
pembelajaran kooperatif. Metode ini menekankan pada interaksi selama
pembelajaran serta hubungan interpersonal siswa. Metode pembelajaran kooperatif
tidak hanya tertuju pada pencapaian
prestasi akademis semata namun juga sangat tepat untuk melatih perkembangan
afeksi siswa. Melalui metode kooperatif, para siswa akan saling berdikusi
mengenai materi yang akan mereka pelajari. Metode koorperatif memiliki nilai
lebih dalam hal mengakomodasi potensi masing-masing siswa yang sangat beragam.
Bagaimana
metode kooperatif dapat meningkatkan prestasi akademik dan kualitas interaksi
antar siswa selama dalam proses pembelajaran? Pada makalah
ini kelompok kami akan membahas
mengenai metode pembelajaran koorperatif
(Cooperative Learning) yang berupa Jigsaw, NHT (Number Head Together), TPS
(Think-Phair-Share), yang merupakan salah satu dari pembelajaran kooperatif dan pembelajaran langsung (Direct
Interaction).
1.2
Tujuan
Tujuan
dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui model pembelajaran
Cooperative Learning
2.
Untuk mengetahui model pembelajaran Jigsaw
3.
Untuk mengetahui model pembelajaran NHT
(Number Head Together)
4.
Untuk mengetahui model pembelajaran TPS
(Think, Phair, Share)
5.
Untuk mengetahui model pembelajaran DL
(Direct Interaction)
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning)
Metode
pembelajaran kooperatif merupakan metode yang digunakan dalam menyelesaikan
suatu tugas pembelajaran melalui kelompok siswa yang telah dibentuk (Siegel,
2005).
Metode
pembelajaran ini dapat dikatakan metode yang cukup rumit mengingat
dilibatkannya interaksi antar siswa maupun kelompok dalam proses pembelajaran.
Johnson dkk (dalam Nuegbuzie, 2001) menyebutkan bahwa pembelajaran kooperatif
adalah metode belajar berupa kelompok-kelompok kecil dimana siswa belajar
bersama-sama untuk meningkatkan pembelajaran dirinya. Sementara menurut Watson
dan Marshal (dalam Baer, 2005) menyebutkan bahwa metode pembelajaran koperatif
merupakan metode yang identik dengan kondisi siswa yang heterogen dalam hal
prestasi akademik. Dari pernyataan para pakar tersebut dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif merupakan metode pembelajaran yang menekankan pada
interaksi dan kolaboratif siswa untuk mencapai prestasi akademik maupun
keterampilan sosial, dimana siswa yang memiliki kemampuan beragam dapat
diakomodasi melalui pembelajaran yang sifatnya kooperatif.
Ciri-Ciri dan Tahapan pada Model
Kooperatif
Menurut Arends (1997: 111), pembelajaran
yang menggunakan model kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
§ siswa
bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menyelesaikan materi belajar,
§ kelompok
dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah,
§ jika
mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin yang
berbeda-beda,
§ penghargaan
lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu.
Pembelajaran kooperatif dilaksanakan
mengikuti tahapan-tahapan sebagai berikut :
1
Menyampaikan tujuan pembelajaran dan
perlengkapan pembelajaran.
2
Menyampaikan informasi.
3
Mengorganisasikan siswa ke dalam
kelompok-kelompok belajar.
4
Membantu siswa belajar dan bekerja dalam
kelompok.
5
Evaluasi atau memberikan umpan balik.
6
Memberikan penghargaan.
Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif
dikembangkan untuk mencapai setidaktidaknya tiga tujuan pembelajaran yang disarikan
dalam Ibrahim, dkk (2000:7-8) sebagai berikut:
1
Meningkatkan kinerja siswa dalam
tugas-tugas akademik. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam
membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit.
2
Penerimaan yang luas terhadap orang yang
berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan.
Mengajarkan untuk saling menghargai satu sama lain.
3
Mengajarkan kepada siswa keterampilan
kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini penting karena banyak anak muda dan
orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial.
Ketrampilan Pembelajaran Kooperatif
Melalui model ini diharapkan tidak cuma
kemampuan akademik yang dimiliki siswa tetapi juga ketrampilan yang lain. Keterampilan-keterampilan itu menurut
Ibrahim, dkk. (2000:47-55), antara lain:
1
Keterampilan-keterampilan Sosial
2
Keterampilan Berbagi
3
Keterampilan Berperan Serta
4
Keterampilan-keterampilan Komunikasi
5
Pembangunan Tim
6
Keterampilan-keterampilan Kelompok
KELEBIHAN DAN KELEMAHAN COOPERATIVE LEARNING
1.
Kelebihan cooperative
learning yaitu:
Ø Meningkatkan
harga diri tiap individu
Ø Penerimaan
terhadap perbedaan individu yang lebih besar.
Ø Konflik
antar pribadi berkurang.
Ø Sikap apatis
berkurang.
Ø Pemahaman
yang lebih mendalam.
Ø Retensi atau
penyimpanan lebih lama.
Ø Meningkatkan
kebaikan budi, kepekaan dan toleransi.
Ø Cooperative
learning dapat mencegah keagresivan dalam sistem kompetisi dan keterasingan
dalam sistem individu tanpa mengorbankan aspek kognitif.
Ø Meningkatkan
kemajuan belajar(pencapaian akademik).
Ø Meningkatkan
kehadiran siswa dan sikap yang lebih positif
Ø Menambah
motivasi dan percaya diri
Ø Menambah
rasa senang berada di sekolah serta menyenangi teman-teman sekelasnya.
Ø Mudah
diterapkan dan tidak mahal
2.
Kelemahan
cooperative learning yaitu:
Ø Guru
khawatir bahwa akan terjadi kekacauan dikelas. Kondisi seperti ini dapat
diatasi dengan guru mengkondisikan kelas atau pembelajaran dilakuakan di luar
kelas seperti di laboratorium matematika, aula atau di tempat yang terbuka.
Ø Banyak siswa
tidak senang apabila disuruh bekerja sama dengan yang lain. Siswa yang tekun
merasa harus bekerja melebihi siswa yang lain dalam grup mereka, sedangkan
siswa yang kurang mampu merasa minder ditempatkan dalam satu grup dengan siswa
yang lebih pandai. Siswa yang tekun merasa temannya yang kurang mampu hanya
menumpang pada hasil jerih payahnya. Hal ini tidak perlu dikhawatirkan sebab
dalam cooperative learning bukan kognitifnya saja yang dinilai tetapi dari segi
afektif dan psikomotoriknya juga dinilai seperti kerjasama diantara anggota
kelompok, keaktifan dalam kelompok serta sumbangan nilai yang diberikan kepada
kelompok.
Ø Perasaan
was-was pada anggota kelompok akan hilangnya karakteristik atau keunikan
pribadi mereka karena harus menyesuaikan diri dengan kelompok. Karakteristik
pribadi tidak luntur hanya karena bekerjasama dengan orang lain, justru
keunikan itu semakin kuat bila disandingkan dengan orang lain.
Ø Banyak siswa
takut bahwa pekerjaan tidak akan terbagi rata atau secara adil, bahwa satu
orang harus mengerjakan seluruh pekerjaan tersebut. Dalam cooperative learning
pembagian tugas rata, setiap anggota kelompok harus dapat mempresentasikan apa
yang telah didapatnya dalam kelompok sehingga ada pertanggungjawaban secara
individu.
2.2
Model
Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Jigsaw
Dalam hal
ini peneliti menggunakan metode jigsaw. Istilah metode berasal dari bahasa
Yunani "Metodos". Kata ini terdiri dari dua suku kata yaitu
"Metha" yang berarti melalui atau melewati dan "hodos"
jalan atau cara. Jadi metode adalah suatu jalan yang dilalui untuk mencapai
suatu tujuan.
Pengertian
jigsaw learning adalah sebuah teknik yang dipakai secara luas yang memiliki
kesamaan dengan teknis "pertukaran dari kelompok ke kolompok lain."
(group to group exchange) dengan suatu perbedaan penting: setiap peserta didik
mengajarkan sesuatu.
Sedangkan
menurut Arends (1997) model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model
pembelajaran kooperatif, dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri
dari 4-6 orang secara heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan yang
positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang
harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada kelompok yang lain.
Tujuan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Adapun
tujuan dari teknik jigsaw adalah sebagai berikut :
1.
Menyajikan metode alternatif disamping
ceramah dan membaca.
2.
Mengkaji ketergantungan positif dalam
menyampaikan dan menerima informasi diantara anggota kelompok untuk edorong
kedewasaan berpikir.
3.
Menyediakan kesempatan berlatih dan mendengarkan
untuk berlatih kognitif siswa dalam menyampaikan informasi
Prosedur
Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
1.
Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tip
kelompok terdiri atas 4-6 orang) kelompok ini disebut sebagai kelompok asal.
2.
Materi pelajaran diberikan kepada siswa
dalam bentuk teks yang dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab.
3.
Setiap anggota kelompok membaca sub bab
yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk mempelajarinya.
4.
Anggota dari kelompok lain yang telah
mempelajari bagiannya bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk mendiskusikan
hasil dari diskusi kelompoknya.
5.
Kembalikan suasana kelas seperti semula
kemudian tanyakan sekiranya ada persoalan-persoalan yang tidak terpecahkan
dalam kelompok.
6.
Sampaikan beberapa pertanyaan pada siswa
untuk mengecek pemahaman mereka terhadap materi.
Kelebihan Dan Kekurangan Metode Jigsaw
1.
Kelebihan model pembelajaran Jigsaw :
Ø Mendorong siswa untuk lebih aktif di kelas, kreatif dalam berfikir serta
bertanggungjawab terhadap proses belajar yang dilakukannya.
Ø
Mendorong
siswa untuk berfikir kritis dan dinamis.
Ø
Memberi
kesempatan setiap siswa untuk menerapkan dan mengembangkan ide yang dimiliki
untuk menjelaskan materi yang dipelajari kepada siswa lain dalam kelompok
belajar yang telah dibentuk oleh guru.
Ø
Diskusi
tidak didominasi oleh siswa tertentu saja, tetapi semua siswa dituntut untuk
menjadi aktif dalam diskusi tersebut.
2.
Kekurangan model pembelajaran Jigsaw :
Ø Proses belajar mengajar (PBM) membutuhkan lebih banyak waktu dibanding
metode yang lain.
Ø
Bagi guru
metode ini memerlukan kemampuan lebih karena setiap kelompok membutuhkan penanganan yang berbeda.
2.3
Pembelajaran
Cooperative Learning Tipe THT
Tipe
pembelajaran kooperatif melalui metode NHT dirancang khusus agar siswa dapat
memahami materi pelajaran meski menggunakan metode berkelompok. Tipe ini
dikembangkan oleh Kagen dengan melibatkan siswa yang terbagi dalam kelompok
untuk menguasai materi pada mata pelajaran yang akan dibahas. Tipe NHT
menekankan pada pembentukan struktur-struktur khusus untuk menciptakan pola
interaksi siswa. NHT menekankan kepada siswa agar saling bergantung pada
keompok-kelompok yang telah dibuat secara kooperatif. Hal ini dapat
meminimalkan kegaduhan dalam kelas pada penggunaan metode tradisional dimana
siswa mengacungkan tangan terlebih dahulu baru ditunjuk guru untuk menjawab
pertanyaan yang telah diberikan.
Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai
dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu :
1. Hasil belajar akademik stuktural
2. Pengakuan adanya keragaman
3. Pengembangan keterampilan social
Langkah-langkah
penerapan NHT:
Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh
Ibrahim (2000: 29) menjadi enam langkah sebagai berikut :
Langkah 1. Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran
dengan membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai
dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Langkah 2. Pembentukan kelompok
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa
kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap
siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk
merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku,
jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok
digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan
masing-masing kelompok.
Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku
paket atau buku panduan
Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus
memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan
LKS atau masalah yang diberikan oleh guru.
Langkah 4. Diskusi masalah
Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada
setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap
siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang
mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan
yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat
spesifik sampai yang bersifat umum.
Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau
pemberian jawaban
Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para
siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan
menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.
Langkah 6. Memberi kesimpulan
Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari
semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.
Model pembelajaran cooperative NHT
memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan yaitu :
1. Kelebihan model pembelajaran
cooperative NHT :
Ø Dapat
meningkatkan rasa tanggung jawab dan meningkatkan semangat kerja sama
Ø Dapat
mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan katakata secara
verbal sehingga dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi
Ø Dapat
meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir.
Ø Siswa yang
kurang pandai bisa diajarkan oleh siswa yang pandai dalam kelompok
2. Kelemahan model pembelajaran cooperative NHT
Ø Tidak semua
anggota kelompok dipanggil oleh guru.
Ø Penilaian
yang diberikan didasarkan kepada hasil kerja kelompok.
Ø Namun demikian,
guru perlu menyadari bahwa sebenarnya hasil/prestasi yang diharapkan adalah
prestasi setiap individu siswa.
Ø Siswa
dituntut melakukan perubahan kebiasaan cara belajar yang semula menerima
informasi dari guru secara apa adanya, menjadi cara belajar yang membiasakan
siswa belajar mandiri dan berkelompok dengan mencari dan mengolah informasi
sendiri. Mengubah kebiasaan bukan suatu hal yang mudah, apalagi kebiasaan yang
telah bertahuntahun dilakukan.
Ø Metode ini
banyak memberikan kebebasan kepada siswa dalam belajar. Tetapi kebebasan itu tidak berarti menjamin
siswa belajar dengan baik dalam arti mengerjakan dengan tekun, penuh aktivitas
dan terarah.
2.4
Pembelajaran
Cooperative Learning Tipe TPS
Model Pembelajaran Think Pair and
Share (TPS) menggunakan metode diskusi berpasangan yang dilanjutkan dengan
diskusi pleno. Dengan model pembelajaran ini siswa dilatih bagaimana
mengutarakan pendapat dan siswa juga belajar menghargai pendapat orang lain
dengan tetap mengacu pada materi/tujuan pembelajaran.
TPS (Think-Pair-Share) atau
(Berfikir-Berpasangan-Berbagi) merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. TPS menghendaki siswa
bekerja saling membantu dalam kelompok kecil (2-6 anggota) dan lebih dirincikan
oleh penghargaan kooperaif, dari pada penghargaan individual ( Ibrahim dkk :
2000 ).
Metode pengajaran tipe
Think-Pair-Share ini dikembangkan oleh Frank Lyman dan kawan-kawan dari
Universitas Maryland yang mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan
diskusi perlu diselenggarakan dalam setting kelompok kelas secara keseluruhan.
Dalam model ini, guru meminta siswa untuk memikirkan suatu topik, berpasangan
dengan siswa lain dan mendiskusikannya, kemudian berbagi ide dengan seluruh
kelas. Tahap utama dalam pembelajaran Think-Pair-Share menurut Ibrahim (2000:
26-27) adalah sebagai berikut:
Tahap 1 : Thingking (berpikir)
Guru menyampaikan inti materi atau mengajukan
pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran. Kemudian siswa diminta
untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut secara mandiri
untuk beberapa saat.
Tahap 2 : Pairing
Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa
lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkannya pada tahap pertama. Dalam
tahap ini, setiap anggota pada kelompok membandingkan jawaban atau hasil
pemikiran mereka dengan mendefinisikan jawaban yang dianggap paling benar,
paling meyakinkan, atau paling unik.
Tahap 3 : Sharing (berbagi)
Pada tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi
dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan.
Keterampilan berbagi dalam seluruh kelas dapat dilakukan dengan menunjuk
pasangan yang secara sukarela bersedia melaporkan hasil kerja kelompoknya atau
bergiliran pasangan demi pasangan hingga sekitar seperempat pasangan telah
mendapat kesempatan untuk melaporkan.
Adapun langkah-langkah dalam
pembelajaran Think-Pair- Share (TPS) adalah:
1.
guru membagi siswa dalam kelompok berempat dan
memberikan tugas kepada semua kelompok,
2.
setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut
sendiri,
3.
siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam
kelompok dan berdiskusi dengan pasangannya,
4.
kedua pasangan bertemu kembali dalam kelompok
berempat. Siswa mempunyai kesempatan untuk membagikan hasil kerjanya kepada
kelompok berempat
Kelebihan
Dan Kekurangan Model Pembelajara Komperatif Tipe TPS
Kelebihan dari model pembelajaran komperatif tipe TPS
adalah:
Ø memberi
siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu
sama lain.
Ø memungkinkan
siswa untuk merumuskan dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi
yang diajarkan karena secara tidak langsung memperoleh contoh pertanyaan yang
diajukan oleh guru, serta memperoleh kesempatan untuk memikirkan materi yang
diajarkan.
Ø siswa akan
terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan pemikiran dengan
temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan masalah.
Ø siswa lebih
aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya dalam kelompok, dimana
tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang.
Ø siswa
memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil diskusinya dengan seluruh
siswa sehingga ide yang ada menyebar.
Ø memungkinkan
guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam proses pembelajaran (Hartina,
2008: 12)
Kelemahan dari model pembelajaran komperatif tipe TPS
adalah:
Ø menurut
Hartina (2008:12) sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata kemampuan
siswanya rendah dengan waktu yang terbatas, sedangkan jumlah kelompok yang
terbentuk banyak.
Ø Menurut Lie
(2005: 46), kekurangan dari kelompok berpasangan (kelompok yang terdiri dari 2
orang siswa) adalah:
§
banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor,
§
lebih sedikit ide yang muncul, dan
§
tidak ada penengah jika terjadi perselisihan dalam
kelompok.
Ø Menurut
Ibrahim (menurut Ibrahim (2000:18) sejumlah siswa akan menjadi bingung,
sebagian kehilangan rasa percaya diri, dan dapat saling mengganggu antar siswa.
2.5
Pembelajaran
Langsung (Direct Interaction)
Pembelajaran
langsung adalah model pembelajaran yang berpusat pada guru, yang mempunyai 5
langkah dalam pelaksanaannya, yaitu menyiapkan siswa menerima pelajaran,
demontrasi, pelatihan terbimbing, umpan balik, dan pelatihan lanjut (mandiri)
(Nur, 2000:7).
Ciri-Ciri Pembelajaran LangsungModel pembelajaran langsung memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
- Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk prosedur hasil belajar
- Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran
- Sistem pengolahan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan berhasil (Nur, 2000 : 3).
Menurut Gagne
(dalam Nur 2000 : 4–5) bahwa dalam Model Direct Instruction
terdapat dua macam pengetahuan, yakni pengetahuan
deklaratif dan pengetahuan prosedural.
Pengetahuan deklaratif adalah
pengetahuan tentang sesuatu, sedangkan pengetahuan prosedural adalah
pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu. Namun, kedua pengetahuan
tersebut tidak terlepas antara satu sama lain, sering kali penggunaan
prosedural memerlukan pengetahuan deklaratif yang merupakan pengetahuan
prasyarat. Model Direct Instruction dirancang untuk
mengembangkan cara belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan deklaratif
yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah.
Langkah – Langkah Pembelajaran Langsung
Secara Umum model pembelajaran langsung telah didesain untuk
mempromosikan siswa dalam hal mempelajari pengetahuan yang terstuktur dengan
baik dan dapat diajarkan dalam suatu bentuk langkah-per-langkah, atau
pembelajaran langsung pada umumnya dirancang secara khusus untuk mengembangkan
aktivitas belajar di pihak siswa berkaitan dengan aspek pengetahuan prosedural
serta pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik yang dapat dipelajari
selangkah demi selangkah. Fokus utama dari pembelajaran ini adalah
pelatihan-pelatihan yang dapat diterapkan dari keadaan nyata yang sederhana
sampai yang lebih kompleks.
Model pembelajaran langsung adalah suatu model pembelajaran
yang berpusat pada guru, dimana proses belajar dan mengajar berlangsung dalam
waktu yang sama (real time) walaupun pengajar dan siswanya secara fisik berada
pada tempat yang berbeda satu sama lain. Contoh dari pembelajaran langsung yang
pengajar dan siswanya secara fisik berada pada tempat yang berbeda satu sama lain
seperti Pembelajaran melalui Chatting.
Dalam buku Suyatno “Teknik Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi” bahwa: Metode pembelajaran langsung
dirancang secara khusus untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural
dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari
selangkah demi selangkah.
Metode tersebut didasari anggapan bahwa umumnya pengetahuan
dibagi dua, yaitu pengetahuan deklaratif dan pengetahuan procedural. Deklaratif
berarti pengetahuan tentang sesuatu. Prosedural adalah pengetahuan tentang
bagaimana melakukan sesuatu.
Lima langkah pembelajaran langsung, yaitu:
1.
Mengkondisikan
2.
Penjelasan/demontrasi
3.
Latihan terbimbing
4.
Umpan balik, dan
5.
Latihan lanjutan yang diperluas (penerapannya).
Istilah lain yang sering digunakan untuk model pembelajaran
langsung ini, dikemukakan oleh Good dan Grows (1985) ialah pengajaran aktif.
Disamping itu, dalam buku Kardi dan Nur (2000) bahwa metode yang berhubungan
erat dengan model ini adalah metode kuliah/ceramah dan resitasi/metode
pemberian tugas.
Pembelajaran langsung ini menekankan tujuan pembelajaran yang
harus berorientasi kepada siswa dan spesifik, mengandung uraian yang jelas
tentang situasi penilaian (kondisi evaluasi), dan mengandung tingkat
ketercapaian kinerja yang diharapkan (kriteria keberhasilan).
Menurut metode “Mager” untuk merumuskan tujuan pembelajaran
ini bahwa metode pembelajaran langsung bertumpu pada tujuan yang spesifik yang
dikenal dengan tujuan perilaku dengan tiga bagian sebagai berikut:
1. Perilaku
Siswa
2. Situasi
pegetesan
3. Kriteria
kinerja.
Sintaksis
(langkah-langkah)
Pembelajaran ini
dimulai dengan guru menyediakan dasar pemikiran untuk pembelajaran, menetapkan
pendirian, dan mendapatkan kesiapan siswa untuk belajar. Ada lima tahap dari
model pembelajaran langsung:
- Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa.
- Mendemonstrasi pengetahuan dan keterampilan.
- Membimbing pelatihan.
- Memeriksa pemahaman dan memberikan umpan balik
- Memberikan kesempatan untuk latihan lanjutan dan penerapan konsep.
Peran Guru:
- Guru menjelaskan TPK, materi prasyarat, memotivasi siswa dan mempersiapkan siswa (memberikan informasi latarbelakang dan menerangkan mengapa pelajaran ini penting).
- Guru mendemonstrasikan keterampilan atau meyajikan informasi tahap demi tahap.
- Guru memberikan latihan terbimbing.
- Guru memeriksa/mengecek kemampuan siswa seperti memberi kuis terkini dan memberi umpan balik seperti membuka diskusi untuk siswa.
- Guru mempersiapkan latihan untuk siswa dengan menerapkan konsep yang dipelajari pada kehidupan sehari-hari.
Keunggulan Pembelajaran Langsung
Dari semua uraian dan rangkuman di atas, maka penelitian
mengambil kesimpulan bahwa Model Direct Instruction dalam
pengajaran mempunyai beberapa keuntungan. Keuntungan tersebut adalah:
1.
Siswa akan lebih aktif, bersemangat,
bermutu (berkualitas) dan berdayaguna. Hal ini akan terjadi, karena pengajaran
langsung menggunakan perencanaan dan pelaksanaan yang sangat hati-hati dari
guru. Pengajaran langsung mensyaratkan tiap detil keterampilan atau isi
didefinisikan secara seksama. Demontrasi dan jadwal pelatihan direncanakan dan
dilaksanakan secara seksama pula. Tujuan pembelajaran direncanakan oleh guru
dan siswa, begitu juga sistem pengelolaan pembelajaran dilakukan oleh guru
harus menjamin keterlibatan siswa, terutama melalui memperhatikan, mendengarkan
dan resitasi (tanya jawab) yang terencana pula. Lingkungan pembelajaran
langsung juga harus berorentasi pada tugas dan memberi harapan tinggi agar
siswa mencapai hasil belajar dengan baik.
2.
Penguasaan terhadap materi lebih
mendalam karena mendapat bimbingan praktek, mengecek pembahasan siswa dan
memberikan umpan balik, serta siswa dapat berlatih sendiri dalam menerapkan
hasil belajar. Ini semua sesuai dengan pendapat Briggs dalam Kardi (2001:10)
yang menemukakan bahwa pengajaran yang dirancang secara sistematik akan
berpengaruh besar terhadap perkembangan individu. Pengajaran akan menjadi lebih
baik jika dirancang untuk memberikan kesempatan kepada siswa memperoleh
lingkungan belajar yang menunjang dan berkembang sesuai dengan kemampuan dan
aktivitasnya sendiri, tanpa adanya paksaan apapun. Begitu juga sebaliknya jika
pembelajaran tidak diarahkan, mungkin sekali membawa perkembangan banyak
individu siswa menajdi tidak kompeten dalam mencapai kepuasan pribadi dari
kehidupan sekarang atau yang akan datang.
3.
Pengajaran dilakukan selangkah demi
selangkah untuk menumbuhkan sikap percaya diri, berani, kesungguhan, keberanian
serta tanggung jawab terhadap sekolah, keluarga dan masyarakat. Menurut Kardi
(2001:2) Salah satu yang mencolok antara orang yang baru mempelajari sesuatu
atau pemula dengan pakar adalah bahwa para pakar telah benar-benar menguasai
keterampilan-keterampilan dasar, sehingga mereka dapat menerapkannya dengan
presisi dan tanpa dipikirkan lagi. Sedangkan para pemula harus menguasasi
dasar-dasar hal tersebu terlebih dahulu. Dan untuk pemahaman tersebut
dibutuhkan langkah-langkah yang benar dan terencana. Salah satu kelebihan dari
metode pembelajaran langsung ini adalah menanamkan cara atau metode informasi
atau suatu pengetahuan dengan selangkah demi selangkah, yang hiharapkan tertata
rapi pada diri diri siswa.
4.
Membuat pendidikan sekolah lebih relevan
dengan kehidupan khususnya dunia kerja. Di dalam pembelajaran langsung
menurut Kardi (2001:35) guru harus memberikan pelatihan sampai siswa
benar-benar menguasai konsep/keterampilan yang dipelajari. Karena keterampilan
dan konsep yang dipelajari hari itu adalah merupakan persayaratan penting untuk
keterampilan dan praktek berikutnya. Disinilah kenapa metode pembelajaran
langsung akan mampu menyaipakn siswa ke dunia kerja nyata.
5.
Membiasakan siswa untuk tidak sekedar
menghafal materi pelajaran tetapi juga harus mampu menerapkan apa yang telah
dipelajari sebelumnya. Di dalam pembelajaran langsung siswa dilatih untuk
mandiri, tidak hanya menghafal materi pelajaran saja. Kebanyakan letihan
mandiri yang diberikan kepada siswa adalah pada fase akhir pertemuan dalam
kelas, yang berupa pekerjaan rumah. Pekerjaan rumah disini dimaksudkan berlatih
secara mandiri, hal ini merupakan kesempatan bagi siswa untuk menerapkan
keterampilan baru yang diperolehnya secara mandiri, dan memperpanjang waktu
belajar belajar bagi siswa.
Kekurangaan
pembelajaran langsung
Selain mempunyai kelebihan-kelebihan, pada setiap model
pembelajaran akan ditemukan keterbatasan-keterbatasan. Begitu pula dengan Model
Pengakaran Direct Instruction. Keterbatasan-keterbatasan Model Pengajaran
Direct Instruction adalah sebagai berikut:
1.
Karena guru memaikan peranan pusat dalam
model ini, maka kesuksesan pembelajaran ini bergantung pada image guru. Jika
guru tidak tampak siap, berpengetahuan, percaya diri, antusias dan terstruktur,
siswa dapat menjadi bosan, teralihkan perhatiannya, dan pembelajaran akan
terhambat.
2.
Model Pengajaran Direct Instruction
sangat bergantung pada gaya komunikasi guru. Komunikator yang kurang baik
cenderung menjadikan pembelajaran yang kurang baik pula.
3.
Jika materi yang disampaikan bersifat
kompleks, rinci atau abstrak, Model Pengajaran Direct Instruction mungkin tidak
dapat memberikan siswa kesempatan yang cukup untuk memproses dan memahami
informasi yang disampaikan.
4.
Jika terlalu sering digunakan Model
Pengajaran Direct Instruction akan membuat siswa percaya bahwa guru akan
memberitahu siswa sesmua yang perlu diketahui. Hal ini akan menghilangkan rasa
tanggung jawab mengenai pemebelajan siswa itu sendiri.
5.
Demonstrasi sangat bergantung pada
keterampilan pengamatan siswa. Sayangnya, banyak siswa bukanlah merupakan
pengamat yang baik sehingga dapat melewatkan hal-hal yang dimaksudkan oleh
guru.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian diatas maka dapat dibuat beberapa kesimpulan antara lain sebagai berikut
:
1.
Metode pembelajaran kooperatif merupakan
metode yang digunakan dalam menyelesaikan suatu tugas pembelajaran melalui
kelompok siswa yang telah dibentuk.
2.
Pengertian jigsaw learning adalah sebuah teknik yang
dipakai secara luas yang memiliki kesamaan dengan teknis "pertukaran dari
kelompok ke kolompok lain." (group to group exchange) dengan suatu
perbedaan penting: setiap peserta didik mengajarkan sesuatu.
3.
Tipe pembelajaran kooperatif melalui
metode NHT dirancang khusus agar siswa dapat memahami materi pelajaran meski
menggunakan metode berkelompok.
4.
TPS (Think-Pair-Share) atau (Berfikir-Berpasangan-Berbagi)
merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola
interaksi siswa. TPS menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok
kecil (2-6 anggota) dan lebih dirincikan oleh penghargaan kooperaif, dari pada
penghargaan individual,
5.
Pembelajaran langsung adalah model
pembelajaran yang berpusat pada guru, yang mempunyai 5 langkah dalam
pelaksanaannya, yaitu menyiapkan siswa menerima pelajaran, demontrasi,
pelatihan terbimbing, umpan balik, dan pelatihan lanjut.
Rujukan:
M.Uzer Usman, “Menjadi Guru Profesional”, Bandung, Rosdakarya, 1996, hal 14
M.Uzer Usman, “Menjadi Guru Profesional”, Bandung, Rosdakarya, 1996, hal 14
E.Mulyasa, 2005. ”Implementasi Kurikulum 2004 (Panduan Pembenalajaran KBK).
Bandung: Rosda Karya, hal 38-43.
Nur Hadi dan Agus G. 2003.”Pembelajaran Kontekstualdan Penerapannya Dalam KBK”. Malang:
Universitas Negeri Malang, hal 80
Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas, ”Kurikulum Berbasis Kompetensi”, Jakarta
2002
Nasution, “Berbagai
Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar”, Jakarta, PT.Bina Aksara, hal
205