Batal Mati Bosan
Berkat Pegagan
Oleh Kompas Cyber Media
Sumber : http://www.depkes.go.id/index.php?option=articles&task=viewarticle&artid=305#
Penulis : Dra. Lucie Widowati, M.Si.Apt; peneliti pada Puslitbang Farmasi dan Obat Tradisional, Jakarta.
Oleh Kompas Cyber Media
Sumber : http://www.depkes.go.id/index.php?option=articles&task=viewarticle&artid=305#
Penulis : Dra. Lucie Widowati, M.Si.Apt; peneliti pada Puslitbang Farmasi dan Obat Tradisional, Jakarta.
Menjalani “takdir”
sebagai penderita TB paru-paru memang tak gampang. Jika tidak ulet, alih-alih
sembuh, pasien bisa mati bosan. Maklum, proses penyembuhan TB, selain cukup
sulit, juga makan waktu lama, berkisar 3 – 6 bulan. Itu pun dengan catatan,
pasien berdisiplin minum obat dan rajin memeriksakan diri ke dokter.
Lamanya pengobatan
itulah – apalagi jika disertai kendala biaya – yang kerap menyebabkan pasien
frustrasi. Ya frustrasi minum obat, ya bosan menanggung derita. Padahal,
disiplin minum obat menjadi faktor penentu dalam proses penyembuhan. Pengobatan
yang tidak tuntas dapat menyebabkan bakteri TB resisten terhadap beragam obat
konvensional, termasuk obat kombinasi.
Dengan kata lain,
pasien TB sebenarnya dilarang keras menoleransi kata bosan, apalagi sampai
putus asa. Itu sebabnya, buat teman tadi, perjumpaan dengan pegagan dan kawan
sejawatnya menjadi sangat berarti. Paling tidak, ia merasa tak “sendiri” lagi
menghadapi tuberkulosis. Ketika banyak sanak saudara dan handai taulan menjauh
lantaran takut tertular, pegagan dan kawan-kawan menjadi teman paling setia.
Yang paling penting,
harga mereka murah dan tak membuat kantung cekak jika dikonsumsi dalam kurun
waktu lama.
Mematikan
dan bikin bosan
Tuberkulosis pertama
kali diketahui keberadaannya tahun 1882 oleh ahli bakteri Jerman, Robert Koch.
TB tergolong penyakit menahun nan mematikan.
Menurut Survei
Kesehatan Rumah Tangga (KRT, 1995), sebagai penyebab kematian secara umum, TB
menduduki peringkat ketiga setelah penyakit kardiovaskuler dan infeksi saluran
napas. Namun, khusus di kelas penyakit infeksi, ia ada di posisi nomor satu.
TB umumnya dipicu
oleh perumahan yang kurang sehat, terutama di tempat yang memiliki tingkat
hunian sangat padat. Bisa juga lantaran makanan yang disantap kurang bergizi,
serta kurangnya kesadaran dalam menjaga kebersihan lingkungan. TB ditandai oleh
hadirnya bakteri tahan asam bernama mikobakteria tuberkulosis yang memiliki
sifat rada beda dari kuman lain pada paru-paru.
Sifat-sifat berbeda
itu di antaranya cepat mati bila terkena sinar Matahari, cepat mati jika berada
dalam air mendidih, dan akan mati setelah 24 jam terkena cairan karbol 5%.
Namun sebaliknya, basil tuberkulosis dapat hidup berminggu-minggu dalam ludah,
di tempat yang sejuk, dan berbulan-bulan di tempat yang gelap. Ia juga dapat
dengan mudah menular lewat hidung atau mulut.
Penderita TB
paru-paru, seperti yang terjadi pada teman tadi, merasa badannya lemah dan
nafsu makan berkurang. Timbul batuk yang kadang disertai darah (awalnya cuma
sedikit), muka pucat dan berat badan terus berkurang, serta suhu badan naik
terutama pada petang dan malam hari. Selain itu, pada malam hari penderita
sering mengeluarkan keringat, kadang suaranya berubah menjadi parau atau serak.
Dengan suara parau,
teman tadi terus bercerita, termasuk pertemuannya dengan seorang kawan lain
yang membawa pencerahan. Kata teman sang teman, mengandalkan obat-obat medis
memang tidak salah, tapi melengkapinya dengan meminum air rebusan tumbuhan
berkhasiat layak dicoba. “Kalau Tuhan mengizinkan, bisa sembuh lebih cepat,”
jelasnya.
Sejak itu, asa teman
tadi tumbuh kembali. Ia mencoba mencari tahu, beragam tanaman obat yang telah
diteliti oleh berbagai institusi penelitian maupun perguruan tinggi di
Indonesia. Ia mendapati, ternyata cukup banyak tanaman obat yang secara empiris
telah dikenal masyarakat. Beberapa tumbuhan yang sempat tercatat, antara lain
pegagan, singawalang, bunga tembelekan, dan bumbu tali.
Menghambat
& menghancurkan
Pegagan atau nama
kerennya Centella asiatica itu tumbuhan liar yang ada di dataran rendah, sampai
sekitar 2.500 m di atas permukaan air laut.
Secara empiris, biasa
digunakan sebagai tonik, antiinfeksi, antirematik, penenang, mempercepat
penyembuhan luka, dan diuretik. Berbagai penelitian telah dilakukan guna
mendukung manfaat empirisnya.
Misalnya, penelitian
yang merujuk pegagan sebagai antiinflamasi, antioksidan, antitumor, atau untuk
meningkatkan daya ingat (susunan saraf pusat), eksem (luka terbuka), dan
hepatitis. Hal itu berkaitan dengan kandungan senyawa yang dimiliki pegagan,
yaitu asiaticiside, thankuniside, medecassoside, brahmoside, brahminoside,
madastic acid, vitamin B1, B2, dan B6.
Penduduk asli India
dan Malaysia konon suka menanam dan menyimpan pegagan dalam bentuk ready stock,
agar siap digunakan sewaktu-waktu. Oleh warga dua bangsa itu pegagan lazim
disimpan dalam bentuk kering untuk mengobati beragam penyakit. Terkadang mereka
juga membuat jus daun segar, yang diminum untuk menghilangkan pusing ringan.
Dari berbagai
penelitian in vitro terhadap pegagan menemukan kemampuannya menghancurkan
berbagai bakteri penyebab infeksi, seperti Staphylococcus aureus, Escherechia
coli, Pseudomonas aeruginosa, Salmonella typhi, dan sejenisnya. Sementara dalam
bentuk infus atau ekstrak etanol, tumbuhan ini dipercaya dapat menghambat
pertumbuhan bakteri.
Laorpuksa A. dan
kawan-kawan dalam penelitian pada 1988 membuktikan, estrak air pegagan dapat
melawan bakteri yang menyebabkan infeksi pada saluran napas. Sementara Herbert
D. dan kawan-kawan dari Tuberculosis Research Center di India mencoba efek
pegagan pada bakteri tuberkulosis H37Rv secara in vitro. Hasilnya, pegagan
tidak langsung berefek pada bakteri tuberkulosis. Namun, Herbert menyarankan
penelitian lebih lanjut terhadap senyawa aktif asiaticoside.
Feeling Herbert
terbukti benar. Berdasarkan penelitian lanjutan, senyawa aktif pegagan itu
ternyata dapat melawan Mycobakterium tuberculosis dan Bacillus leprae
(Oliver-Bever, 1986). Penelitian berikutnya yang dilakukan Walter H. Lewis juga
menyatakan, pegagan termasuk kelompok tanaman yang menghasilkan zat seperti
antibiotika dan asiaticoside.
Keampuhan pegagan
juga telah diuji coba oleh Boeteau P. dan kawan-kawan, yang menginokulasi
binatang percobaan marmut dengan bakteri basilus tuberkulosis selama 15 hari.
Injeksi 0,5 ml 4% asiaticoside yang diberikan pada marmut, terbukti dapat
mengurangi jumlah lesi tuberkular di paru-paru, hati, dan limpa. Senyawa
asiaticoside membuat pegagan tak hanya dapat menghambat pertumbuhan bakteri
tuberkulosis, tapi juga berpotensi sebagai imunomodulator – peningkat daya
tahan tubuh.
Secara empiris,
pemanfaatan pegagan untuk membasmi tuberkulosis paru-paru dapat dilakukan
dengan berpedoman pada resep berikut. Cuci 30 – 60 g pegagan segar, lalu rebus
dalam 3 gelas air sampai tersisa 1 gelas, dan diminum 3 kali sehari. Untuk TB
kulit, lumatkan pegagan, kemudian tempelkan pada bagian yang sakit. Kajian
etnobotani di Bogor.
Masih ada sejawat
pegagan yang bermanfaat serupa. Singawalang (Pertiveria alliacea), menurut R.
Indra Pandu Gunawan, yang melakukan kajian etnobotani di salah satu kampung di
Bogor, Jawa Barat, juga dapat digunakan untuk mengobati tuberkulosis.
Kesimpulan itu diambilnya setelah masyarakat di kampung yang diteliti itu
sukses menggunakan singawalang untuk mengobati batuk darah akibat TB.
Weniger B. pada 1988
pun menyatakan, masyarakat Haiti, Republik Dominika, telah sejak lama
memanfaatkan tanaman ini untuk mengobati radang paru-paru. Singawalang sendiri
merupakan tanaman berbentuk semak, tingginya bisa mencapai 1 m. Secara empiris,
singawalang sering digunakan untuk peluruh kencing, peluruh dahak, peluruh
keringat, dan pereda kekejangan.
Penelitian in vitro
memang menunjukkan, singawalang mampu melawan bakteri Staphylococcus aureus dan
Pseudomonas aeruginosa. Namun, penelitian langsung pada bakteri tuberkulosis
belum dilakukan. Dosis pemanfaatan singawalang: 5 lembar daun yang telah dicuci
bersih ditumbuk sampai halus. Hasil tumbukan diseduh dengan air panas, dibubuhi
garam dan gula merah secukupnya. Aduk sampai larut, saring dan minum setelah
dingin. Frekuensi meminumnya dua kali sehari.
Masih ada lagi yang
namanya bunga tembelekan (Lantana camara). Tumbuhan ini dapat hidup secara liar
atau ditanam sebagai tanaman hias dan tanaman pagar. Perdu setinggi 0,5 – 4 m
dan berbau ini secara empiris berkhasiat meredakan demam, penawar racun,
penghilang nyeri, dan penghenti perdarahan. Ia tumbuh di dataran rendah sampai
1.700 m di atas permukaan laut.
Untuk melawan
tuberkulosis paru-paru dengan batuk darah, digunakan bunga tembelekan kering
sebanyak 6 – 10 g, direbus dalam 3 gelas air bersih sampai air rebusannya
tersisa separuh. Setelah dingin, air rebusan itu disaring, dibagi untuk 3 kali
minum (pagi hari, siang, dan sore) masing-masing setengah gelas.
Jangan lupakan juga
tanaman bambu tali (Asparagus cochinchinensis). Tumbuhan asal Cina, Jepang, dan
Korea itu tingginya dapat mencapai 1,5 m. Daunnya berwarna hijau, berbentuk
helai panjang, runcing, dan halus. Bagian yang digunakan untuk obat adalah
umbinya. Untuk mengatasi penyakit tuberkulosis yang disertai batuk darah,
digunakan 6 – 12 g umbi kering bambu tali, direbus dalam 1,5 gelas air. Air
rebusannya diminum dalam keadaan hangat dua kali sehari, sampai penyakit
sembuh.
Obat
“hati”
Kalau mau digali
lagi, sebenarnya masih banyak tumbuhan – berdasarkan pengalaman empiris nenek
moyang – dipercaya dapat digunakan untuk memerangi TB.
Salah satunya daun
legundi (Vitex negundo L). Untuk menggunakannya, 3/5 genggam daunnya dicuci,
lalu direbus dengan air bersih sebanyak 3 gelas makan, sampai air rebusannya
tinggal 3/4 gelas saja. Sesudah dingin, disaring lalu diminum dengan madu
seperlunya. Frekuensi minumnya 3 kali sehari.
Ada lagi serbuk biji
pronojiwo (Euhrseta horfieldii Benn). Untuk pengobatan diperlukan 3/4 sendok
teh serbuk biji pronojiwo, diseduh dengan air panas sebayak 1/2 cangkir dan
madu 1 sendok makan. Dalam keadaan suam-suam kuku, ramuan diminum 3 kali
sehari. Atau bunga kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis L). Ramuannya, 3
kuntum bunga kembang sepatu dicuci bersih, lalu digiling halus, diberi air
masak 1/2 cangkir dan madu 1 sendok makan, kemudian diperas dan disaring.
Ramuan diminum tiga kali sehari.
Bisa juga dicoba
bidara upas (Merremia mammosa). Ambilah 1/3 jari bidara, dicuci bersih lalu
diparut, diberi air masak 1 sendok makan dan madu 2 sendok teh, diperas dan
disaring. Obat alami ini diminum tiga kali sehari.
Terakhir, daun
gandapura (Gaultheria fragrantissima). Diperlukan 1 sendok makan serbuk kering
daun gandapura. Bahan itu diseduh dengan air panas 3/4 cangkir dan madu 1
sendok makan. Seduhan diminum dalam keadaan suam-suam kuku. Frekuensinya 3 kali
sehari.
Melihat begitu
banyaknya alternatif, teman saya jelas makin girang. Kini ia tidak hanya lebih
optimistis menyikapi hidup, tapi juga lebih telaten merawat tanaman-tanamannya,
terutama tanaman pegagan dan kawan-kawan. Buat sang teman, mereka bukan hanya
andalan baru untuk mengusir TB paru-paru, tapi juga mengisi sepi dan mengusir
frustrasi.
Catatan :
Satu Tanaman Lain
Sebutan Pegagan dikenal juga sebagai daun kaki kuda (Jakarta), antanan gede
(Sunda), kori-kori (Halmahera), kolotidi menora (Ternate), gagan-gagan,
gangagan, kerok batok, pantegowang, panigowang, rendeng (Jawa).
Nama lain bunga
tembelekan adalah bunga pagar atau kayu Singapura. Di Sunda kerap disebut
kembang satek, saliyara, tai ayam atau tai kotok. Sedangkan di Jawa kadang
disebut oblo, puyengan, pecengan, atau waung.
Bambu tali atau bambu
apus suka juga disebut awi tali (Sunda), deling apus, deling tangsul, jajang
pring (Jawa) atau tiing tali, tiing tlantan (Bali). Tumbuhan lainnya, legundi,
punya nama alias gendarasi (Palembang) atau langgundi (Minangkabau). Sedangkan
bidara upas kerap disebut blanar (Jawa) atau hailale (Ambon).
0 komentar:
Posting Komentar